Rabu, 20 Februari 2013

Dasar-Dasar Filsafat

Ilmu dan Kebudayaan

1.      Manusia dan kemanusiaan
            Kebudayaan didefinisikan untuk pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Meskipun pada tahun 1952 Kroeber dan Kluckholn menginvestarisasikan lebih dari 150 definisi tentang kebudayaan yang dihasilkan oleh publikasi tentang kebudayaan selama sebih kurang tiga perempat abad. Kuntia raningrat (1974) secara lebih teperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyrakatan, sistem pengetahuan, bahasa senian, sistem mata pencarian serta sistem teknologi dan peralatan.
            Menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Maslow mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afilisasi, harga diri dan pengembangan potensi. Pada hakikatnya menurut Mavies dan Jhon Biesanz, kebudayaan merupakan alat pengelamat (survival kit) kemanusian dimuka bumi. Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instinktif ini diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan mengasai objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar ini dimungkinkan oleh perkembangan intelegensi dan cara berpikir simbolik. Terlebih-lebih lagi manusia menpunyai budi yang merupakan pola kejiwaan. Budi inilah yang mengebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap objek dan kejadian.
            Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segemap wujud kebudayaan. Disamping nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Tata hidup merupakan  pencerminan yang kongkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak: kegiatan manusia dapat di tangkap oleh pancaindera sedangkan budaya hanya tertangkap oleh budi manusia. Nilai budaya dan tata hidup manusia di topang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga yang berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberi kemudahan dalam berkehidupan. Menurut Alfred Korzybsky, kebudayaan mempunyai kemampuan mengikat waktu.
Kebudayaan dan Pendidikan
            Allprot,Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasi enam nilai dasar kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama. Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetik berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalm kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik. Nilai agama merengkuh penghayatan yang bersifat mistis dan transdental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya dimuka bumi.
            Pendidikan yang dapat diartikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membentuk nak didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita setiap waktu untuk mengkaji kembali masalah tersebut. Hal ini harus dilakukan disebabkan oleh dua hal yakni
a)      Nilai-nilai budaya yang harus dikembangkan dalam diri anak didik kita harus lah relevan dengan kurun zaman dimana anak itu akan hidup kelak.
b)      Usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk harus lebih eksplisit dan defenitif tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. Keharusan kita untuk bersifat eksplisit dan definitif ini disebabkan gejala kebudaan, yang meminjam perkataan Hall, lebih banyak bersifat tersembunyi (implisit) dari pada terungkap (eksplisit) dan anehnya hakikat kebudayaan itu justru lebih tersembunyi bagi anggota masyarakatnya.
Untuk menentukan nilai-nilai mana yang patut mendapatkan perhatian kita sekarang ini, maka pertama sekali kita harus dapat memperkirakan skenario dari masyarakat kita di masa yang akan datang. Skenario masyarakat indonesia di masa yang akan datang tersebut, memperhatikan indikator dan perkembangan yang sekarang ada, cenderung untuk mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut
a)      Memperhatikan tujuan dan strategi pembanguan nasional kita maka masyarakat indonesia akan beralih dari masyarakat tradisional yang rural agraris menjadi masyarakat modern yang urban dan bersifat industri.
b)      Pengembangan kebudayaan kita ditunjukan kearah perwujudan peradapan yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa indonesia yakni pancasila. Karakteristik pancasila yakni
·         Seharusnya kita untuk memusatkan perhatian kepada nilai-nilai yang relevan dengan masyarakat modern yang sedang dikembangkan. Dibandingkan dengan masyarakat tradisional maka masyarakat modern mempunyai indikator-indikator sebagai berikut
·         Lebih bersifat analitik dimana sebagian besar aspek kehidupan bermasyarakat didasarkan kepada asas efisiensi baik yang bersifat teknis maupun ekonomis.
·         Lebih bersifat individual dari pada komunal terutama ditinjau  dari segi pengembangan potensi manusiawi  daan masalah survival. Indikator pertama memberikan tempat yang penting kepada nilai teori dan nilai ekonomi. Nilai teori ini terutama sekali berkaitan erat sekali dengan aspek penalaran (reasoning), ilmu dan teknologi. Sedangkan nilai ekonomi berpusat kepada penggunaan sumber dan benda ekonomi secara lebih efektif dan efesien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung jawab.
Hubungan antar manusia akan bersifat individual dimana survival seorang ditentukan oleh kemampuannya untuk bersaing secara produktif dalam masyarakat yang menekankan kepada prestasi. Pancasila yang merupakan filsafat dan pandangan hidup bangsa indonesia merupakan dasar bagi pengembangan peradapan tersebut. Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencari pemecahan baru terhadap suatu masalah. Kegiatan kreatif berarti melakukan sesuatu yang lain, suatu pola yang bersifat alternatif, bagi kelaziman yang telah bersifat baku. Dalam hal ini kreativitas sering bersilang jalan dengan konformitas: apakah kita berani untuk maju, atau aman dalam status quo, bernama stabilitas?
Kreativitas sering berhubungan dengan kreasi dibidang seni. Horace B. English dan Ava C. English (1958) mendefinisikan kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan modus baru dalam ekspresi artistik. Ilmu dan seni bersifat saling melengkapi: kalau ilmu mengkaji aspek yang bersifat generik dari wujud fisik, maka seniman mengentuh daerah yang paling pribadi, kemanusiaan yang soliter dan unik. Nilai agama berfungsi sebagai sumbermoral bagi segemap kegiatan. Hakikat semua upaya manusia dalam ruang lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk meningkatkan martabat manusia. Dalam hal ini maka agama memberi kompas dan tujuan: sebuah makna, semacam arti, yang membedakan seorang manusia dari wujud berjuta galaksi. Albert Einstein untuk mengungkapkan hakikat ini dengan kata-kata “Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh.
2.      Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional  
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaaan yang mencerminkan inspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pengembangan kebudayaan nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
Ilmu dan kebudayaaan berada dalam posisi yang saling tergantung dari saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terpadu secara intim dengan keseluruhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda.
·         Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional.
·         Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Pada kenyatan kedua fungsi ini terpadu satu sala lain dan sukar dibedakan.

Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir
Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.
Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada hakikatnya mencakup dua kriteria utama yakni
a.       Berpikir ilmiah harus mempunyai jalan pikiran yang logis.
b.      Pernyataan yang bersifat logis tersebut harus didukung oleh fakta empiris.
Syarat-syarat berpikir ilmiah yakni sebagai berikut
·         Alur jalan pikiran kita harus konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang telah ada.
·         Mengharuskan kita untuk menerima pernyataan yang didukung oleh fakta sebagai pernyataan yang benar secara ilmiah.
Dari hakikat berpikir ilmiah tersebut maka kita dapat mengimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu yakni sebagai berikut
·         Bahwa ilmu mempercai rasio sebagai alat untuk mendapaatkan pengetahuan yang benar.
·         Alur jalan pikiran yang logis dan konisten dengan pengetahuan yang telah ada.
·         Pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif.
·         Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Dengan demikian maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu ialah sifat rasional, logis, objektif dan terbuka. Di samping itu sifat kritis merupakan karakteristik yang melandasi empat sifat tersebut. 

Ilmu Sebagai Asas Moral
Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara sederhana ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir. Kriteria kebenaran ini pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan diluar bidang keilmuan. Artimya dalam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak maka seorang ilmuan akan mendasarkan penarikan kesimpulannya kepada argumentasi yang terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu.
Kriteria ilmuan dan politikus dalam membuat pernyataan adalah berbeda. Kebenaran bagi ilmuan mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya. Dua karakteristik ini merupakan asas moral bagi kaum ilmuan yakni menginggikan kebenaran dan mengamdikan secara universal.


Nilai-Nilai Ilmiah dan Pengambangan Kebudayaan Nasional   
Tujuh nilai yang terpancar dari hakiakt keilmuan yakni krisis, rasional, logis, objektif, terbuka, menjujung kebenaran dan pengamdian universal. Bangsa yang modern akan menghadapi berbagai permasalahan dalam bidang politik, ekonomi, kemasyarakatan, ilmu atau teknologi, pendidikan dan lain-lain yang membutuhkan cara pemecahan masalah secara kritis, rasional, logis, objektif dan terbuka. Sedangkan sifat menjujung kebenaran dan pengabdian universal akan merupakan faktor yang penting dalam pembinaan bangsa (nation building) di mana seseorang lebih menitik beratkan kebenaran untuk kepentingan nasional dibandingkan kepentingan golongan.
Perkembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kearah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kembali dari nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional. Untuk melaksanakan kedua proses dalam pengembangan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional, logis, objektif, terbuka, menjujung kebenaran dan pengabdian yang universal. Pengabdian universal ini, dalam skala nasional adalah orentasi terhadap kebenaran tanpa ikatan primodinal yang mengenakan argumentasi ilmiah sebagai satu-satunya kriteria dalam menentukan kebenaran.

Kearah Peningkatan Peranan Keilmuan
Ilmu bersifat mendukung pengembang kebudayaan nasional, maka masalahnya aadalah bagaimana caranya meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita. Langkah-langkah yang sistematis untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran sebagai mana yang tercakup dibawah ini.
a.       Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah kearah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita. Hakikat ilmu adalah universal namun peranannya dalam kehidupan tidaklah terlepas dari matriks kebudayaan.
b.      Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Di samping itu ilmu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing.
c.       Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menentukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yaang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
d.      Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuan maka harus makin luhur landasan moralnya.
e.       Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam filsafat terutama yang menyangkut keilmuan. Pengembangan yang seimbang antara ilmu dan filsafat akan bersifat saling menunjang dan saling mengontrol terutama terhadap landasan epistemologi (metode) dan aksilogis (nilai) keilmuan.
f.       Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan.
Pada hakikatnya semua unsur kebudayaan harus diberi otonomi dalam menciptakan pradigma mereka sendiri. Pradigma agar bisa berkembang dengan baik membutuhkan dua syarat yakni
a.       Kondisi rasionalitas menyangkut dasar pikiran paradigma yang berkaitan dengan makna, hakikat dan relevansinya dengan permasalahannya yang dihadapi.
b.      Kondisi psiko-sosial menyangkut keterlibatan dan keterikatan semua anggota kelompok dalam pengembangan dan melaksanakan paradigma tersebut.
Walaupun demikin tidak berarti bahwa kegiatan keilmuan harus terlepas sama sekali dari kontrol pemerintahan dan masyarakat.     
  
3.      Dua Pola Kebudayaan
Polarisasi ini didasarkan kepada kecenderungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ilmu ke dalam dua holongna yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Perdedaan ini menjadi sedemikian tajam seolah-olah kedua golongan ilmu ini membentuk dirinya sebdiri yang masing-masing terpisah satu sama lain. Seakan-akan terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuan yakni ilmu alam dan ilmu sosial. Tak dapat disangkal bahwa terdapat perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun perbedaan ini hanyalah bersifat teknis yang tidak menjurus kepada perbedaan fundamental.
Ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Objek-objek penelaahan ilmu-ilmu alam daapt dikatakan tidak pernah mengalami perubahan baik dalam perspektif waktu maupun tempat. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan fakta bagaikan seorang kolektor mengumpulkan macam-macam souvenir dari tempat-tempat yang dikunjunginya. Tujuan ilmu adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukan yang memungkinkan kita mengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi. Rumitnya berbagai faktor yang mempengaruhi hidup manusia juga merupakan kesukaran baru daalm usaha untuk mengkajinya secara ilmiah. Dalam soal pengukuran yang menjadi dasar bagi suatu analisis kuantitatif maka ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah.
·         Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur karena mengukur aspirasi atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah logam.
·         Banyaknya variabel yang mempengruhi tingkah laku manusia.
Teori ilmu-ilmu sosila merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Secara sosiologis maka terdapat kelompok yang memberi nafas baru kepada ilmu-ilmu sosial. Mereka mengembangkan apa yang dinamakan ilmu-ilmu peri laku manusia (behavioral sciences) yang bertumpu kepada ilmu-ilmu sosial di mana perbedaan yang utama antara kedua hanyalah terletak dalam keinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang manusia menjadi suatu yang lebih dapat diandalkan dan kuantitatif.
Perkembangan itu sangat memgembirakan dan bersifat sangat menunjang kemajuan ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi merupakan ilmu sosial yang paling pertama memasuki tahap ini ilmu ekonomi nerupakan ilmu kuntitatif yang par excellence. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di indonesia. Hal ini dicerminkan dengan adanya jurusan pasti-alam dan sosial-budaya dalam sistem pendidikan kita. Mungkin ada baiknya kita memikirkan alternatif yang mungkin bisa dilaksanakan sekiranya bahwa asumsi yang sudah lama kita percayai tersebut ternyata adaalh benar. Salah satu cara untuk sampai kearah sana adalah dengan jalan mengkaji apa sebenarnya yang menjadi tujuan pendidikan matematika: dengan perkataan lain apa hakikat matematika dalam kaitannya dengan eksistensi ilmu. Berdasarkan hal itu maka kita dapat membedakan dua tujuan pokok dalam pendidikan matematika.
a.       mencakup penguasaan matematika secara teknis dan mendalam dalam rangka penalaran deduktif untuk menemukan kebenaran. Pengetahuan yang dihasilkan lewat analisis matematika pada hakikatnya merupakan kesimpulan penalaran yang diformasikan secara matematika.
b.      Penguasaan matematika sebagai alat komunikasi simbolik.
Jadi jika sekiranya memang diperlukan pola pendidikan yang berbeda maka alternatif yang dapat ditempuh bukan lagi pembagian jurusan berdasarkan bidang melainkan berdasarkan tujuan pendidikan matematika. Peningkatan pendidikan keilmuan harus ditekankan kepada penguasaan cara berpikir ilmiah yang ditopang oleh sarana-sarana berpikir ilmiah termasuk matematika dan statistika. Tanpa pengembangan sarana ini maka ilmu sukar untuk berkembang dengan pesat. Manusia itu sendiri adalah produk dari suatu proses belajar di mana tercakup di dalamnya karakteristik cara berpikir masyarakat yang berkembang menurut tahapannya. Bahwa dalam tahap perkembangan sekarang ini pembagian jurusan dalam sistem pendidikan kita berdasrkan bidang keilmuan sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Suatu usaha yang fundamental dan sistematis  dalam menghadapi masalah ini perlu diusahakan. Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita bukan saja merupakan suatu regresif melainkan juga destruktif, bukan saja bagi kemajuan ilmu itu sendiri, melainkan juga bagi pengembangan peradaban secara keseluruhan. 




Kepustakaan
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Anggota IKAPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar