PENDAHULUAN
Secara popular orang seringmenyatakan liguistik
adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa
sebagai objek kajiannya. Kata liguistic dalam bahasa inggris, liguistique dalam
bahasa prancis,dan linguistiek dalam bahasa belanda diturunkan dari kata latin
lingua yang berarti bahasa. Dalam bahasa roman yaitu bahas yang berasal dari
bahasa latin, terdapatkata yang serupa atau mirip dengan kata latin lingua.
Ilmu linguistic disebut linguistic umum
(general linguistics) artinya ilmu linguistic itu tidak mengkaji sebuah bahasa
saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Perolehan adalah
wujud bahasayang konkret, yang diucapkan anggoa masyarakat dalam kegiatan
sehari-hari. Langangu adalah system bahasa manusia secara umum; jadi sifatnya
abstrak.
BAB I
LINGUISTIK
SEBAGAI ILMU
1.1 Keilmiahan
Linguistik
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk
juga ilmiah linguistic telah mengalami tiga tahap perkembangan bagan sebagai
berikut :
- 1. 1 Tahap spekulasi. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu.Misalnya: Bumi ini berbentuk datar seperti mega.
2. 1.1.2 Tahap
observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan
segala fakta bahasa dengan teliti tanpa member teori atau kesimpulan apapun.
Misalnya: bahasa didaftarkan, ditelaah
cirri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokan berdasarkan kesamaan-kesamaan cirri
yang dimiliki bahasa tersebut.
3 1.1.3 Tahap
adanya perumusan teori setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah
dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan
data empiris yang dikumpulkan.
Misalnya: seorang pakar ingin mengetahui
bagaimana susunan kata dala kalimat bahasa yang ada di dunia ini. Menemukan
bahwa verba atau kata kerja dalam bahasa jepang terletak pada akhir kalimat,
lalu hal tersebut juga ditemukan dalam bahasa turki.
1.2 Subdisiplin
Lingustik
Setiap disiplin ilmu biasanya
dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang bekenaan
dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya: ilmu
kimia dibagi atas kimia oeganik dan kimia anorganik.
1.2.1
Berdasrkan
Objek Kajiannya Linguistik Umum dan Linguistik Khusus
Linguistik Umum adalah linguistic yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah
bahasa secara umum atau keseluruhan, sedangkan Linguistik Khusus adalah mengkaji
kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu.
Misalnya: Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia,
atau Bahasa Jawa saja.
1.2.2 Berdasarkan
Objek Kajiannya Linguistik Sinkronik Dan Linguistik Digkronik
Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa
yang terbatas, misalnya pengkajian Bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan linguistik
diakronik berupaya menkaji bahasa pada masa yang tidak terbatas , misalnya:
bahasa latin dan bahasa sangsakerta. Kajian diakronik bersifat historis dan
komporatif. Tujuan linguistik diakronik ini adalah untuk mengetahui sejarah
structural bahasa itu beserta dengan bentuk perubahan.
1.2.3
1.2.3 Berdasarkan
Objek Kajiannya Linguistik Mikro Dan Linguistik Makro
Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu
nahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Linguistik mikro
ada subdisplin linguistic fonologi, morfologi, sintaksisi, semantik dan
legsikologi. Linguistik makro yang enyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan
factor-faktor diluar bahasa, lebih banyak membahas faktor-faktor luar bahasanya
itu dari pada struktur internal bahasa, Misalnya: sosiolinguistik,
spikolinguistik, etnolinguistik, antropolinguistik, stilistika, filiologi, dialektologi,
filsafat bahasa, neurolongiustik.
1.2.4 1.2.4 Berdasarkan
Tujuannya Lingustik teoritis dan Linguistik Terapan
Linguistik teoritis berusaha mengadakan
penyelidikan terhadap bahasa atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan
bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk menemukan
kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannyaitu, maka linguistik terapan
berusaha mengadakan penyelidikan bahasa atau hubungan bahasa dengan
faktor-faktor di luar bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah-masalah
praktis yang terdapat di dalam masyarakat. Misalnya: menyelidiki linguistik
untuk kepentingan pengajaran bahasa, menyusun buku ajaer, penerjemah buku.
1.2.5
1.2.5 Berdasarkan
Aliran Atau Teori Yang Digunakan Dalam Penyelidikan Bahasa
Diluar bidang atau cabang yang
sudah dibicarakan di atas masih ada bidang yang lain, yaitu yang menggeluti
sejarah linguistik. Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan
seluk beluk ilmu lingustik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari
pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh berbagai paranata masyarakat seprti:
kepercayaan, adat istiadat, pendidikan dan sebagainya terhadap linguistik
sepanjang masa.
1.3 Analisis
Linguistik
Analisis linguistik dilakukan
terhadap bahasa atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu
Fonetik, Fonemik, Morfologi, Sintaksis, dan semantik.
1.3.1
1.3.1Struktur,
Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand De Saussure (1857-1973) dalam bukunya
Course de Linguistik General (terbitan pertama kali 1913, terjemahannya dalam
bahasa Indonesia terbitan 1988) membedakan adanya dua jenis hubungan atau
relasi yang terdapat antara satuan-satuan bahasa yaitu relasi sintagmatik dan
relasi asosiatif. Yang dimaksud dengan relasi
sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam
kalimat yang konkret tertentu; sedangkan relasi
asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak tampak
dalam satuan kalimat. Misalnya: dalam kalimat, dia mengikuti ibunya terdapat 15
buah fonem yang berkaitan dengan cara tertentu, ada 3 buah kata dengan
hubungannya yang tertentu pula, dan ada 3 fungsi sintaksis, yaitu subjek,
prediket dan objek, yang mempunyai hubungan tertentu pula.
1.3.2
1.3.2 Analisis
Bawah Langsung
Analisis bawah langsung sering juga
disebut analisis unsure langsung atau analisi bawahan terdekat (inggrisnya
adalah Immediate Constituent Analysis)
adalah suatu teknik dalam menganalisis unsure-unsur atau konstituen yang membangun satuan bahasa, entah satuan
kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Misalnya: satuan
bahaa yang berupa kata dimakan unsur langsungnya adalah di dan makan.
1.3.3
1.3.3 Analisis
Rangkaian Unsur dan Analisi Proses Unsur
Satuan-satuan bahasa dapat pula
dinalisis menurut teknik analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur.
Kedua cara ini buka barang baru, sebab sudah dipersoalkan orang sejak tahun
empat puluhan. Satuan bahasa yang di analisis biasanya terbatas hanya pada
satuan morfologi
Analisis rangkaian unsur
(inggrisnya: Item and Arrangement) mengajarkan
bahwa setiap satuan bahasa di bentuk atau di tata dari unsur-unsur lain.
Misalnya satuan tertimbun terdiri dari ter+timbun satuan keinginan terdiri dari
dingin+ke-/-an dan rumah-rumahan terdiri dari rumah+rumah. Berbeda dengan
anlisis rangkaian unsur.
Maka analisis proses unsur (bahasa
inggrisnya: Item and Process)
menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses
pembentukan.
1.4 Manfaat
Linguistik
Bagi guru, terutama guru bahasa
pengetahuan bahasa sangat penting, mulai dari subdisiplin, morfologi,
sintaksis, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa
dengan kemasyakatan dan kebudayaan. Bagi penerjemah pengetahuan linguistik
metlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis,
simantik.
Bagi penyusun kamu atau
leksikograper menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan sebab
linguistik akan memberikan manfaat dalam penyelesaian tugasnya. Manfaat
linguistik bagi penyusun buku pelajar atau buku teks. Pengetahuan linguistik
akan memberikan tuntutan bagi penyusun teks dalam menyusun alimat yang tepat,
memilih kosa kata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
Manfaat linguistik bagi para
negarawan atau politukus :
1.
Sebagai
negarawan atau politikus yang harus memperjuangkan idiologi dan konsep-konsep
kenegarawan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan
baik.
2. Kalau politikus atau negarawan itu menguasai
masalah linguistik dan sosialnguistik, khususnya dalam kaitannya dengan
kemasyarakatn, maka tentu dia akan dapat merendam dan menyelesaikan gejolak
social yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan
bahasa.
BAB
II
OBJEK
LINGUISTIK BAHASA
1.1 Pengertian
Bahasa
Sebagi objek kaljian linguistik,
parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran yang diucapkan
oleh para bahasawan dari suatu masyaraat bahasa langue. Langue merupakan objek
yang abstrak karena langue itu berwujud system suatu bahasa tertenru secara
keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia
berwujud sistem bahasa secara universal. Bahasa adalah alat komunikasi. Fungsi
bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifiakasi diri.
1.2 Hakikat
Bahasa
Beberapa cirri atau sifat yang hakiki dari
bahasa yaitu :
1.
Bahasa itu
adalah sistem
2.
Bahasa itu
berwujud lambang
3.
Bahasa itu
berupa bunyi
4.
Bahasa itu
bersifat arbiter
5.
Bahasa itu
bermakna
6.
Bahasa itu
bersifat konvensional
7.
Bahasa itu
bersifat unik
8.
Bahasa itu
bersifat universal
9.
Bahasa itu
bersifat produktif
10. Bahasa itu bervariasi
11. Bahasa itu bersifat dinamis
12. Bahasa berfungsi sebagai interaksi social
13. Bahasa merupakan identitas penuturnya
1.2.1
Bahasa
Sebagai Sistem
Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau
komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk
suatu kesatuan. Sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan
sistemis. Dengan sistemis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak
tersusun secara acak, secara sembarangan, sedangkan sistemis artinya baasa itu
bukan merupakan sistem tunggal tetapi terdiri juga dari sub-subsistem; atau
sistem bawahan.
Disini dapat disebutkan, antara lain, subsistem
fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaktis dan subsistem semantik.
Bandingkanlah dengan sebuah sepeda yang terdiri juga dari subsistem kemudi,
subsistewm pedal dan subsistem roda.
1.2.2
Bahasa
Sebagai Lambang
Kata lambang sudah sering kita dengar
dalam percakapan sehari-hari. Umpamanya dalam membicarakan bendera kita sang
merah putih , sering dikatan warna merah adalah lambang keberanian dan warna
putih adalah lambang kesucian. Ilmu semiotika atau semiologi yaitu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia dalam semiotika atau
semiologi *yang di Anerika ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dan di Eropa
oleh Ferdinan de Squssure) dibedakan ada beberapa jenis tanda yaitu: Tanda (sign), Lambang (symbol), sinyal (signal),
gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks dan ikon. Berbeda
dengan lambang dan symbol tidak bersita langsung dan ilmiah. Lambang menandai
sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara ilmiah atau langsung,
misalnya , kalau di mulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera kuning (entah
terbuat dari kain atau kertas) maka di daerah itu atau jalan itu ada orang yang
meninggal. Contoh: lampu lalu lintas itu tampaknya ada ketumpang tindihan
antara istilah tanda, lambang dan sinyal, sebab ketiganya memang termasuk
“tanda”.
1.2.3
Bahasa
Adalah Bunyi
Kata bunyi, yang sering sukar
dibedakan dengan kata suara, sudah bias kita dengar dalam kehidupan sehai-hari.
Secara teknik menurut Kridalaksana (1983:23) bunyi adalah kesan pada pusat
saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena
perubahan-perubahan dalam tekanan udara.
Bahwa hakikat bahasa adalah bunyi
atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa di
dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya lisan; tidak punya bahasa
tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem akasara.
1.2.4
Bahasa Itu
Bermakna
Dari pasal-pasal terdahulu sudah
dibicarakan bahwa bahasa itu adalah lambang yang berwujud bunyi ujar, yang
dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu idea tau suatu
pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Misalnya lambang bahasa yang
berwujud bunyi (kuda): lambang ini mengacu pada konsep-konsep sejenis binatang
berkaki empat yang bias dikendarai.
1.2.5
Bahasa Itu
Arbiter
Kata arbiter bias diartikan
sewenang-wenang, berubah-rubah, tidak tetap, mana suka: yang dimaksud dengan
istilah arbiter itu adalah tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang
berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut. Misal: bukan (aduk) atau (akud) atau lambang lainnya tidak bisa dijelaskan karena sifat arbiter.
1.2.6
Bahasa Itu
Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang
bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbiter, tetapi penggunaan lambang
tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional, artinya semua
anggota masyarakat bahasa itu mematuhi kovensi, bahwa lambang tertentu itu
digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya, kalau misalnya binatang
berkaki empat yang bisa dikendarai, yang secara arbiter dilambangkan denan
bunyi (kuda), maka anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya harus
mematuhi.
1.2.7
Bahasa Itu
Produktif
Kata produktif adalah bentuk ejektif
dari kata benda produksi. Arti produktif adalah banyak hasilnyaatau lebih tepat
terus menerus menghasilkan. “Umpamanya” kalau
kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia /a/, /i/, /k/ dan /t/, maka dari
keempat fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa.
/i/ - /k/ - /a/ - /t/ /k/ - /a/ - /i/ - /t/
/k/ - /i/ - /t/ - /a/ /k/ - /a/ - /t/ - /i/
/k/ - /i/ - /a/ - /t/
Produktif bahasa memang ada
batasannya, dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan
pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue. Keterbatasan pada
tingkat parole adalah pada ketidaklaziman atau belum lazim bentuk yang
dihasilkan. Misalnya dalam bahasa Indonesia, bentuk mencantikan dan bentuk memperbetuli
tidak berterima karena belum lazim dan tidak lazim, meski bentuk menjelekan
memperbaiki berterima.
1.2.8
Bahasa Itu
Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang
lain. Kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya setiap bahasa
mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki bahasa lainnya, salah satu
keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis,
melainkan sintaktis maksudnya kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita
beri tekanan maka makna kata itu tetap, yang berubah adalah makna keseluruhan
kalimat, misalnya dalam bahasa batak dan bahasa inggris kalau tekanan diberikan
pada suku kata peratama maknanya akan berbeda dengan kalau diberikan pada suku
kata ke dua.
1.2.9
Bahasa Itu
Universal
Bahasa itu juga bersifat universal
artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki setiap bahasa yang ada di dunia ini.
Ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu memiliki
bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Bahasa Indonesia, misalnya
mempunyai 6 buah vocal dan 22 konsonan.
Buktyi lain dari keuniversalan
adalaha bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah
satuan yang namanya kata frase, kalusa, kalimat dan wacana.
1.2.10
Bahasa Itu
Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik
manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatandan gerak manusia sepanjang
keberadaan manusia itu. Sebagai mahkluk hidup yang berbudaya dan bermasyarakat,
karena keterikatan bahasa itu dengan manusia. Sedangkan dalam kehidupannya di
dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka
bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak
statis, karena itulah bahasa juga disebut dinamis. Perubahan yang paling jelas
dan paling banyak terjadi, adalah pada bidang leksikon dan semantic. Perubahan
dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan perluasan
melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan masyarakat bahasa yang
bersangkutan.
1.2.11
Bahasa Itu
Bervariasi
Mengenai variasi bahasa ini ada 3
istilah yang perlu diketahui, yaitu ideolek, dralek, dan ragam. Ideolek adalah
variasi yang bersifat perseorangan, misalnya Hamka, Sultan Takdir Alisyahbana.
Diolek adalah variasi bahasa yang
digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu
waktu. Misalnya: kita di Indonesia mengenal adanya bahasa jawa dialek Banyumas.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau
untuk keperluan tertentu.
1.2.12
Bahasa Itu
Manusiawi
Dari penelitian para pakar terhadap
alat komunikasi binatang bisa disimpulkan bahwa satuan-satuan yang dimiliki
binatang tidak dapat menyampaikan konsep baru atau ide baru dengan alat
komunikasinya itu, selain secara alamiah telah dimiliki, yang pada umumnya
hanya berkisar pada kebutuhan hidup dan biologisnya.
Sebetulnya yang membuat alat
komunikasi manusia itu adalah bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat
dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi
binatang, yang hanya itu-itu saja dan statis, tidak dapat dipakai untuk menyatakan
sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi
binatang itu, melainkan pada perbedaan besar hakikat manusia dan hakikat
binatang.
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa
alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam
arti hanya milik manusia dan dapat digunakan oleh manusia, dalam arti hanya
digunakan untuk keperluan hidup “kebinatangannya” itu saja.
1.3 Bahasa
dan Faktor Luar Biasa
Objek kajian linguistic mikro
adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri sedangkan kajian
linguistic mikro adalah bahasa dalam hubungannya dengan factor-faktor di luar
bahasa. Factor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang
berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan
yang tanpa berhubungan dengan bahasa.
1.3.1
Masyarakat
Bahasa
Masyarakat bahasa diartikan sebagai
sekelompok orang (dalam jumlah yang banyak relative), yang merasa sebangsa,
seketurunan, sewilayah, setempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan
social yang sama, karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa
menggunakan bahasa yang sama” maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas
dan dapat menjadi sempit.
Secara linguistic bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak
sekali persamaan, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan
bahasa Indonesia, dan sebaliknya seperti keadaan di Indonesia yang selain ada
bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia ada pula bahasa-bahasa daerah.
1.3.2
Variasi
dan Status Sosial Bahasa
Dalam beberapa masyarakat tertentu
ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang
dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama variasi batas tinggi (bisa
disingkat variasi bahasa “T”) dan yang lain variasi bahasa rendah (bisa
disingkat “R”). variasi bahasa T digunakan dalam situasi resmi seperti pidato
kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan dan lain-lain, bahasa R digunakan
dalam situasi yang tidak formal seperti di rumah, di warung, di jalan, dan
lain-lain.
Variasi bahasa yunani T disebut katherevusa dan variasi Yunani R disebut
dhimotiki. Variasi bahasa arab T
disebut al-fusha dan variasi bahasa R
Arab adalah ad-darij.
Contoh bahasa Yunani
Ragam T
|
Ragam R
|
|
Ikos
Idhot
Ala
|
Spiti
Nero
Ma
|
: Rumah
: Air
: Tetapi
|
1.3.3
Penggunaan
Bahasa
Hymes (1974) seorang pakar
sosiolinguistik menagatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa
harus diperhatikan delapan unsur yang diakrobinkan menjadi Speaking.
Kedelapan unsure yang oleh Del
Hymes diaronimkan menjadi speaking itu
dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomunikasi lewat bahasa harus
diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau
topiknya apa situasinya, bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa, (lisan atau
tulisan) dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.
1.3.4
Kontak
Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka
artinya para nggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain,
baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat.akan terjadilah apa yang disebut
kontak bahasa. Indonesia adalah Negara yang multilingual dalam masyarakat yang
bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga
kontak budaya) dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi, integrasi,
alih kode (code-switch-ing) dan
campur kode (code-mixing). Keempat
peristiwa itu gejalanya sama yaitu adanya unsur bahasa lain dalam bahasa yang
digunakan.
Kalau dibandingkan peristiwa campur
kode dengan peristiwa interferensi yang sudah dibicarakan di atas, memang
tampak sama terutama interferensi pada tingkat leksikon, oleh karena itu kedua
peristiwa itu ada yang menganggapnya sama, namun kalau diteliti ada bedanya
misalnya: karena ingin santai atau karena bahasa yang digunakan tidak memiliki
ungkapan atau konsep yang akan dikemukakanya.
1.3.5
Bahasa dan
Budaya
Objek kajian linguistic makro
adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya atau kebudayaan dalam sejarah linguistik
ada suatu hipotesis yang sangat terkenal
mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua
orang pakar yaitu Edwar Sapir dan Nenjamin Lee Whorf (dan oleh karena itu
disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang
menyatakan bahwabahasa mempengaruhi kebudayaan.
Karena eratnya hubungan antara
bahasa dengan kebudayaan ini, maka ada pakar yang menyamakan hubungan keduanya
sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
1.4 Klasifikasi
Bahasa
Klasifikasi dilakukan dengan
melihat kesamaan ciri yang adapada setiap bahasa menurut Green Berg (1951:66) suatu
klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitter, ekshaustik dan
unik. Nonarbitter adalah bahwa criteria klasifikasi tidak boleh semuanya, hanya
ada harus kriteria, maka hasilnya akan ekshaustik artinya setelah klasifikasi
dilakukan tidak ada lagi sisanya; semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam
salah satu kelompok.
Pendekatan untuk membuat
klasifikasi tidak hanya satu,tetapi banyak. Yang penting, dan bisa disebut
disis adalah 1. Pendekatan genetis. 2. Pendekatan tipologis. 3. Pendekatan
areal. 4. Pendekatan sosiolingguistik.
1.4.1
Klasifikasi
Genetis
Klasifikasi Genetis disebut juga
geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu. Artinya
suatu bahasa berasal atau diturunan dari bahasa yang lebih tua. Seperti batang
pohon yang terbaik.
Klasifikasi genetis dilakukan
berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaituatas kesamaan bentuk (bunyi) atau
makna yang dikandung bhasa-bahas memiliki sejumlah kesamaan seperti itu
dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Yang dilakukan
dalam liguistik historis komparatif yaitu adanya korespondensi bnetuk (bunyi)
dan makna. Klasifikasi genetis ini, karena hanyak menggunakan satu kriteria,
yaitu garis keturunan atau dasar sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya
menjadi nonarbitrer.
1.4.2
Klasifikasi
Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan
berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa.
Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu
bahasa.
Klasifikasi pada tatanan morfologi yang
telah dilakukan pada abad secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok :
1.
Yang semata-mata
mengunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. Dia membagibahasa-bahasa di
dunia ini pada tahun 1808 menjadi dua kelompok.
a.
Kelompok
bahasa berafiks
b.
Kelompok
bahasa berfleksi
Dan pembagian itu juga diperluas
oleh kakaknya August Van schlegel pada tahun 1818 menjadi :
a.
Bahasa
tanpa struktur gramatikal (seperti bahasa cina)
b.
Bahasa
berafiks (seperti bahasa Turki)
c.
Bahasa-bahasa
berflesi (seperti bahasa sanskerta dan bahas latin)
2.
Yang menggunakan
akar kata sebagai dasar klasifikasi pakar antara lain H steinthal yang membagi
bahsa-bahasa didunia atas :
a.
bahasa-bahasa
yang berbentuk → yang
terdapat relaksi antar kata
b.
bahsa-bahasa
yang tidak terbentuk
1.4.3
Pendekatan
areal
Klasifikasi areal di lakukan
berdasarkan adanya hubungan timbal balik antar bahasa yang satu dengan yang
lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu
berkerabat secara genetika atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena
dalam kontak sejarah bahasa-bahasa itu memberi pengaruh timbale balik dalam hal
– hal tertentu yang terbatas.
Usaha klasifikasi berdasarkan areal
ini pernahdilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868-1954) dengan bukunya Die
Sprachfamillen and Sprachenkreiseder ende, yang lampiridengan peta.
1.4.4
Klasifikasi
sosiolingguistik.
Pendekatan sosiolingguistik
dilakukan berdasarkan hubungan antar bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku
dalam masyarakat,tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan
masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolingguistik ini pernah
dilakukan oleh William A Stuart tahun 1962 yang dapat kit abaca dalam
artikelnya “An Outline of linguistic
typology for Describing Multilingualism” klasifikasi ini dilakukan
berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu historisitas, standardinasi,
vitalitas dan homogenesitas.
1.5 Bahasa
Tulisan dan Sistem aksara.
Bahas tulisan bukan bahasa lisan
yang ditulis seperti yang terjadi dengan kalau kita merekam bahasa lisan itu
kedalam pita rekaman. Bahasa tulisan sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan
pemikiran, sebab kalau tidak hati-hati, tanpa pertimbangan dan
pemikiran,peluang bentuk terjadinya ksalahan maka kesalahan pahaman dalam
bahasa tulisan sangat besar. Bila terjadinya kesalahan, maka kesalahan itu
tidaka bisa secara langsung diperbaiki. Berbeda dengan bahasa lisan, didalam
bahasa lisan setiap kesalahan bisa segera diperbaiki.
Para ahli dewasa ini memperkirakan
tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar-gambaryang terdapat di gua-gua di Altamira
di spanyol utara, dandi sebut pikto. Misalnya untuk menuliskan kalimat I have a
house in a town. (bahasa jermanya Ich habe ein Haus inder Standt. Aksara
silabismesir ini mempengaruhi system tulisan bangsa-bangsalain termasuk bangsa
Fenesia, yang hidup di pantai timur laut tengah. Aksara Fenesia ini terdiri
dari 22 buah suku kata.
Orang Yunani mengembangkan tulisan
yang bersifat alfabetis yaitu dengan menggambar setiap konsonan atau vokal
dengan satu huruf. Jauh sebelum tulisan romawi atau latin itu tibadi Indonesia,
berbagai bahasa di Indonesia telah mengenal aksara, seperti yang dikenal dalam
bahasajawa, bahasa sunda bahasa bugis, bahasa makasar. Aksara –akasara itu
diturunkan dari aksara Pallawa (yang diguakan di India elatan pada abad 10
masehi) yang tersebar di Indonesia bersama dengan penyebaran agama Hindu dan
agama buhda.
Datangnya agama Islam di Indonesia menyebabkan
tersebutkan pula aksara arab. Aksara arab ini dengan barbagai modifikasi
digunakan dalam bahasa melayu, bahasa jawadan beberapa bahasa daerah lainnya.
Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis dan tulisan kita menemukan
istilah-istilah huruf, abjad,alphabet, aksara, graf, grafem, alograf, dan juga
kaligrafi dan grafiti.
BAB
III
TATARAN
LIGUITIK (1)
FONOLOGI
Kalau kita dengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap,
makaakan kita dengar runtuhan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang – kadang
terdengar suara menaik dan menurun,kadang-kadang terdengar hentian sejenakatau
hentian agak lama. Kadang – kadang terdengar tekanan kerasatau lembut, dan
kadang – kadang terdengar pula suara pemanjangan dan suara biasa.
Silabel merupakan satuan runtuhan
bunyi yang di tandai dengan satusatuan bunyi yang paling nyaring, yang dapat
disertai atau tidak olehsebuah bunyi lain didepannya, di belakangnya, atau
sekaligus didepannya atau dibelakangnya. Bidang liguistik yang mempelajari
menganalisis dan membicarakan runtuhan bunyi – bunyi bahasaini disebut Fonologi
yang secara etimologi terbentuk dari kata Fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu.
Menurut hirark isatuan bunyi yang menjadi objek studinya,
Fonologi dibedakan menjadi Fonetik dan fonemik.
1.1. Fonetik
Fonetik adalah bidang liguistik
yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apkah bunyi itu mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik artikulasi, disebut juga
mekanisme alat-alat bicara manusia
bekerja dalam mengasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi itu
diklasifikasi. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis
atau fenomena alam.
Fonetik auditoris mempelajari
bagaimanamekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita, yang paling
berurusan dengan dunia liguistik adalah fonetik arikularitoris, sebab fonetik
ini lah yang berkenen dengan masalah bagaiman bunyi –bunyi bahasa itu dihasilkan
atau di ucapkan manusia.
1.1.1.
Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal
yang pertama yang harus di bicarakan adalah alat ucap manusia untuk
mengahasilkan bunyi bahasa sebetulnya alat yang digunakan untuk menhasilkan bunyi
bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifatbiologis. Misalnya paru –
paru untuk bernafas, lidah untuk mengeap da gigi untukmengunyah.
Sesuai dengan bunyi bahasaitu di
hasilkan maka arus digabungkan istilahdari dua nama alat ucap itu.misalkan
bunyi apikondealyaitu gabungan antara ujung lidadengan gigi atas, labiodentals yaitu
gabunganantara ujunng bibir bawah dengan gigi atas, laminopalatal yaitu
gabungan antar daun lidah dengan langit – langit keras.
1.1.2.
Proses
Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa pada
umumnya dimulaidengan proses pemompaanudara keluar dari paru-paru melalui
pangkal tenggorokan kepangkaltenggorokan yang di dalamnya terdapat pia suara.
Dalam proses artikulasi ini biasanya terlibat dua macama rtikulator yaitu articulator
aktif dan artikulator pasif. Yang dimaksud
dengan artikulator aktif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak, atau yang
di dekati oleh articulator aktif. Misalnya, bibir atas, gigi atas dan langit –
langit keras. Contohnya : kalau arus udara di hambat pada kedua bibir, dengan
cara bibiratas yang menjadi articulator pasif, maka akan terjadilah bunyi
bahasa yang disebut bilabial.
1.1.3.
Tulisan
Fonetik
Tulisan fonetik yang dibuat untuk
keperluan studi fonetik, sesungguhnya di buat berasarkan huruf – huruf dari
aksaealatin yang di tambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah
modifikasi terhadap huruf latin itu. Hal ini perlu dilakukan karenaabjad latin
itu hanya mempunyai 26 buah huruf atau grafem. Misalnya saja, abjad latin hanya
mempunyai 5 buah huruf untuk melambangkan bunyi vocal yaitu a, i, e, o dan u.
padahal bahasa Indonesia mempunyai 6 fonem vocal dengan sekian banyak alafonnya.
Kalau dalam tulisanfonetik, setiap
bunyi, baik yang segmental maupun yang suprasegmental, dilambangkan secara
akurat artinya setiap bunyi mempunyai lambang – lambang sendiri, meskipun
perbedaannya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik hanya perbedaan bunyi
yang distingtif saja, yakni membedakan makna, yang dibedakan lambangnya.
1.1.4.
Klasifikasi
Bunyi
1.1.4.1.
Klasifikasi
Vokal
Bunyi vocal biasanya
diklasifikasikan dan diberinama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulu.
Posisi lidahbisa bersifat vertical bisa bersifat horizontal. Secara vertikal
dibedakan adanya vocal tinggi, misalnya, bunyi /i/ dan /u/;vocal tengah,
misalnya, bunyi /e/ dan /d/ dan vocal rendah misalnya,bunyi /a/. secara
horizontal dibedakan adanya vocal depan, misalnya bunyi /i/ dan /e/; vocal
pusat, misalnya bunyi /d/ dan vocal belakang, misalnya /u/ dan /o/.
Menurut bentuk mulut dibedakan
adanya vocal bundar dan vocal tak bundar. Vocal bundar karena bentuk mulut
membundar ketika mengucapkan vocal itu, misalnya vokal /o/ dan vokal /u/, vokal
tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, misalnya /i/
dan /e/.
1.1.4.2.
Diftong
atau vocal rangkap
Disebut diftong atau vocal rangkap
karena posisi lidah ketika memproduksi ini pada bagian awalnya danbagian
akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah,
bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya. Contoh diftong dalam bahasa
Indonesia adalah /au/ seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau.
Dibedakan adanya diftong naik dan
diftong turun, diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari
posisi bunyi yang kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi
pertama lebih tinggi dari posisi yang ke dua.
1.1.4.3.
Klasifikasi
konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya
dibedakan berdasarkan tiga patokan atau criteria yaitu posisi pita suara.
Tempat artikulasi dan cara artikulasi. Berdasarkan posisi pita suara dibedakan
adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila
pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadi getaran pada pita suara itu.
1.1.5.
Unsur
Suprasegmental
Dalam arus ujaran itu ada bunyi
yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang
berkenan dengan keras lembut, panjang pendek dan jeda bunyi tidak dapat
disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut suprasegmental atau prosodi.
1.1.5.1.
Tekanan
atau Stres
Tekanan mengangkut masalah keras
lunaknya bunyi. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadic, mungkin juga telah
berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat dibedakan makna, mungkin juga
tidak distingtif. Umpamanya kata blackboard diberkan tekanan pada unsure blak
maka maknanya adalah papan tulis; kalau tekanan diberikan padaunsur board
berarti papan hitam.
1.1.5.2.
Nada atau
Pitch
Nada berkenan dengan tinggi
rendahnya suatu bunyi. Nada ini dalam bahasa-bahasa tertentu bias bersifat
fonemis maupun morfemis, tetapi dalam bahasa lain mungkin tidak. Dalam
bahasa-bahasa bernada atau bahasa tonal, seperti bahasa Thai dan Vietnam, nada
ini bersifat morfemis, dapat membedakan makna.
1.1.5.3.
Jeda atau
Persendian
Jeda arau persendian berkenaan
dengan hentian bunyi dalam arus ujar disebut jeda karena adanya hentian itu,
dan disebut persendian karena ditempat perhentian itulah terjadi persambungan
antara segmern yang satu dengan yang lain. Misalnya:/am+bil, lam+pu,
pe+lak+sa+na/.
1.1.6.
Silabel
Silabel atau suku kata itu adalah
satuan ritmis terkecil dalam suatu arus
ujaran atau runtunan bunyi ujar. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal atau
satu vokal atau satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis yang
mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah
vokal. Misalnya: kata Indonesia /makan/, silabelnya adalah /ma/,/ka/dan /nan/.
1.2. Fonemik
Objek penelitian fonetik adalah fon
yaitu bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut
mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Objek penelitian
fonemik adalah fonem adalah bunyi bahasa yang data atau fungsi membedakan makna
kata. Misalnya kita meneliti bunyi-bunyi /a/ yang berbeda pada kata-kata
seperti lancer, laba, dan lain-lain.
3.2.1
Identifikasi
Fonem
Kalau ternyata kedua satuan bahasa
itu berbeda maknanya, maka berartibunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena
dia bias atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Misalnya kata
Indonesia laba dan raba. Kedua kata itu mirip benar masing-masing terdiri dari
empat buah bunyi, yang pertama bunyi /l/,/a/,/b/,/a/,dan kedua memnpunyai kata
/r/,/a/,/b/,/a/.
Fonem dari sebuah bahasa ada yang
mempunyai beban fungsional yang tinggi, tetapi adapula yang rendah yang
memiliki beban fungsional yang tinggi artinya banyak ditemui pasangan minimal
yang mengandung fonem tersebut.
3.2.2
Alofon
Dalam bahasa Indonesia fonem /i/
setidaknya mempunyai empat buah alofon yaitu /i/ seperti dalam kata cita,
contoh lain fonem /o/ setidaknya mempunyai dua alofon yaitu bunyi /o/ seperti
pada kata tokoh.
Alofon-alofon dari sebuah fonem
mempunyai kemiripan fonetis artinya banyak mempunyai kesamaan dalam
pengucapannya. Kalau kita melihatnya dalam peta fonem, letaknya masih
berdekatanatau saling berdekatan. Tentang distribusinya mungkin bersifat
komplementer yang dimaksud dengan distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon
itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.
3.2.3
Klasifikasi
Fonem
Fonem-fonem yang berupa bunyi yang
dapat sebagai hasil sukmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental.
Fonem yang berpa unsure suprasegmental atau fonem non segmental. Pada tingkat
fonemik, ciri-ciri prosedi itu seperti tekanan, durasi dan nada bersifat
fungsional alias dapat membedakan makna.
Dalam bahasa-bahasa tonal (baasa
bernada) seperti bahasa Thai, Burma, dan bahasa Mandarin, nada dapat dibedakan
maknanya. Misalnya dalam bahasa Mandarin kata yang berbunyi /wei/bila diberi
nada datar (tidak naik dan tidak turun) berarti “kutu kayu”; kalau diberi nada
naik berarti ‘bahaya”, kalau diberi nada turun lalau naik berarti “menjawab
dengan serta merta”, dan bila diberi nada naik lalu turun berarti “takut”.
Dalam bahasa Indonesia unsur
suprasegmental tanpaknya tidak bersifat fonemis maupun morfemis; namun instansi
mempunyai peranan padatingkat sintaksis. Kalau criteria klasifikasi terdapat
fonem sama dengan criteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon) maka
penamaan fonem pun sama dengan penamaan bunyi.
3.2.4
Khazanah
Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya
fonem dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar, yang tersedikit jumlah
fonemnya adaah bahasa penuduk asli di Pulau Hawaii, yaitu hanya 13 buah dan
jumlah fonemnya terbanyak yaitu 15 buah adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara.
Misalnya, fonem vocal bahasa Arab
di atas disebutkan ada 3 buah, taetapi ada yang menghitung fonem vocal dalam
bahasa arab ada 6 buah yakni 3 fonem vokal biasanya ditambah 3 buahfonem vokal
panjang.
3.2.5
Perubahan
Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat
berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannnya, atau pada fonem-fonem
lain yang berada di sekitarnya, misalnya seperti sudah dibicarakan di muka,
fonem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan bunyi /j/ dan kalau berada
pada silabel terbuka akan berbunyi /o/.
3.2.5.1
Asimilasi
dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa
berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai dari bunyi yang ada di
lingkungannya, sehingga bunyi menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan bunyi yang mempengaruhinya. Umpamnya kata Sabtu dalam bahasa Indonesia
lazim diucapkan /saptu/, dimana terlibat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai
akibat pengaruh bunyi /t/.
Kalau perubahan itu menyebabkan
berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan itu disebut asimilasi fonemis,
biasanya dibedakan adanya asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi
resiprokal. Pada asimilasi progresifbunyi diubah itu terletak di belakang bunyi
yang mempengaruhinya. Misalnya dalam bahasa Jerman, bentuk mit der frau diucapkan (mit
ter frau). contohnya adalah berubahnya bunyi /p/ menjadi /b/
pada kata Belanda op de weg yang
sudah disebutkan di atas.
3.2.5.2
Netralisasi
dan Arkifonem
Dalam kasus pasangan /Sabtu/ dan
/Saptu/ atau /lembab/ dan /lembap/, kedua bunyi itu tidak membedakan makna.
Disini pembeda makna itu menjadi batal. Contoh dalam bahasa Belanda ada kata
yang dieja hard “keras” dan
dilafalkan /hart/. Pelafalan kedua
kata yang dieja berbeda itu adalah sama. Oleh karena itu diubah dengan konsonan
yang harmogen tak bersuara yakni /t/. oposisinya antara bunyi /d/ dan /t/
adalah antara bersuaa dan tak bersuara.
3.2.5.3
Umlaut,
Ablaut dan Harmoni Vokal
Kata umlaut berasal dari kata
Jerman, dalam studi fonologi kata ini mempunyai pengertian perubahan vokal
semedian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai
akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi, misalnya dalam bahasa Belanda
/a/ pada kata hand. Penyebabnya
adalah bunyi /y/ yang posisinya lebih tinggi dari bunyi /a/ pada kata hand.
Ablaut adalah perubahan vocal yang
kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai pelbagai fungsi grametikal.
Misalnya dalam bahasa Jerman vocal /a/ menjadi /ä/ untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis, seperti pada
kata haus “rumah” menjadi houser “rumah-rumah”. Contoh penandaan
kata dalam bahasa Inggris seperti sing menjadi
song dan sung atau dalam bahasa belanda duiken
“terjun” menjadi dook dan gedoken.
3.2.5.4
Kontraksi
Dalam percakapan yang tepat atau
dapat situasi yang informal seringkali menutur menyingkat atau memperpendek
ujarannya umpamanya, dalam bahasa Indonesia ungkapan tidak tahu diucapkan
menjadi ndak tahu; ungkapan yang itu tadi menjadi yang tutadi.
Dalam konstraksi, peendekan itu
menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri-sendiri. Misalnya shall not yang menjadi shan’t, dimana fonem /e/ dari shall diubah menjadi /a/ dalam shan’t.
3.2.5.5
Metatetis
dan Epentesis
Proses metatis bukan mengubah bentuk
fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat
dalam suku kata lazimnya, bentuk asli dan bentuk metatesisnya sama-sama dalam
bahasa tersebut sebagai variasi, contoh bentuk sapu, ada bentuk apus dan usap.
Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang hormogen dengan
lingkungannnya, disipkan ke dalam sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia ada sampi
di samping sapi; ada kampak decamping kapak.
3.2.6
Fonem dan
Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa
terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata untuk menetapkan
sebuah bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus di cari pasngan
minimalnya, berupa dua buah kata yang mirip, yang memilki satu bunyi yang
berbeda, sedangkan yang lainnya sama.
Fonem dianggap sebagai konsep
abstrak, yang didalamnya pertuturan direalisasikan oleh alofon. Misalnyaalofon
/o/ dan /j/ dari fonem /o/ bahasa Indonesia di lambangkan dengan huruf yang
samayaitu huruf/o/ yang paling tidak akurat adalah transkripsi ortografis yakni
penulisan fonem-fonem bahasa menurut system ejaan yang berlaku pada suatu
bahasa.
BAB
IV
TATARAN
LINGUISTIK (2)
MORFOLOGI
4.1 Morfem
Tataran bahasa tradisional tidak
mengenal konsep atau istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam
sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis.
4.1.1
Identifikasi
Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan
bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut
didalam kehadiran dalam bentuk lain kalau bentuk tersebut bias hadir
berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.
Contoh kita ambil bentuk (kedua) dalam ujaran di atas. Ternyata (kedua) dapat
kita bandingkan dengan bentuk-bentuk berikut.
Kedua
Ketiga
Keempat dan seterusnya
Ternyata semua bentuk kepada daftar
di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan mempunyai makna
yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Sekarang perhatikan bentuk ke
pada daftar berikut:
Kepasar
Kekampus
Kemesjid
Kealun-alun dan sebagainya
Ternyata bentuk ke pada daftar di
atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan juga mempunyai arti
yang sama, yaitu menyatakan arah atau tujuan. Dalam studi morfologi satuan
bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan menyempitnya
diantara kurung kurawal. Misalnya kata Indonesia “mesjid’ dilambangkan sebagai
“mesjid”; kata kedua dilambangkan (ke) + (dua), atau bias juga [(ke + dua)].
Selama morfem itu morfem segmental hal iu mudah dilakukan. Bentuk jamak bahasa
inggris books bias dilambangkan
(book) + (s).
4.1.2
Morf dan
Alomorf
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan
dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Alomorf adalah perwujudan konkret
(didalam pertuturan) dari sebuah morfem. Selain itu bias juga dikatakan morf
dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah
nama untuk sebuah bentuk yang belum di ketahui statusnya; sedangkan alomorf
adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status fonemenanya.
Dalam buku tata bahasa baku bahasa
Indonesia dipilih alomorf meng sebagai
nama morfem itu, dengan alas an alomorf meng-paling banyak distribusinya. Namun
dalam studi linguistic lebih umum disebut morfem men-(dibaca me-nasal;n besar
melambangkan nasal).dalam bahasa inggris morfem jamak yang teratur mempunyai
alomorf.
-
/s/
seperti pada kata cats /ke/es/, books /buks/ dan tacks /te/ks/
-
/z/
seperti pada kata dogs /dogz/, cows /kauz/ dan hens /henz/
Partikel (al) dalam bahasa arab
mempunyai dua bentuk alomorf,
yaitu :
a.
Yang tetap
berbentuk (al0 seperti al-hilal, al-quran, al-insan, dan al-furqon
b.
Yang
berubah atau beramilasi dengan bentuk fonem awal bentuk dasarnya seperti;
arrahman, at-taqwa, an-nisa dan asy-syamsu.
4.1.3
Klasifikasi
Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa
dapat diklasifikaikan berdasarkan beberapa criteria. Antara lain berdasarkan
kebebasanya, keutuhannya, maknanya dan sebagainya.
4.1.3.1
Morfem
Bebas dan Morfem Terikat
Pertama-tama orang membedakan adanya
morfem bebas dan dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia,
misalnya bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas.
Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak
dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem
terikat. Begitu juga dengan korfem penanda jamak dalam bahasa inggris. Misalnya
menjadi ayahmulah yang akan datang. Proklitika adalah klitika yang berposisi
dimuka kata yang diikuti, seperti ku dan kau, enklitika adalah klitika yang
berposisi dibelakang kata seperti: lah-nya dan ku.
4.1.3.2
Morfem
Utuh dan Morfem Terbagi
Pembedaan morfem utuh dan morfem
terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimilki morfem tersebut. Semua morfem
dasar bebas yang dibicarakan pada 4.1.3.1 adalah termasuk morfem utuh, seperti
(meja), (kursi), (laut) dan (pensil), morfem terikat seperti (ter), (ber),
(henti) dan (juang). Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua
buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu
morfem utuh, yatu (satu) dan satu morfem terbagi yakni (ke-/-an); kata
perbuatan terdiri dari satu fonem utuh, yaitu (buat) dan satu morfem terbagi
yaitu (per-an).
4.1.3.3
Morfem
Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan
suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental
adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem (lihat),
(lah), (sika) dan (bar). Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem
segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan nada, durasi, dan sebagainya, misalnya dalam
bahasa ngbaka, dikongo (tense) yang berupa nada.
4.1.3.4
Morfem
Beralomorf Zero
Dalam linguistic deskriptif ada
konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa ), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya,
tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental
melainkan berupa kekosongan. Pada data yang kedua kita lihat kata lampau untuk call adalah called tetapi kata lampau
untuk hit adalah hit juga. Jadi, bisa dideskripsikan bentuk lampau untuk call adalah morfem (call) + (ed) dan
bentuk kata lampau untuk hit adalah
morfem (hit) + (. Dengan demikian dapat juga
dikatakan bahwa dalam bahasa inggris ada alomorf zero untuk morfem penanda kala
lampau. Untuk kekonsistenan deskriptif para linguistic memerlukan konsep zero itu
dengan demikian, deskripsi dapat dibuat sebagai berikut:
Bentuk Tunggal
|
Bentuk Jamak
|
-
Book
-
Sheep
|
-
Book + s
-
Sheep +
s
|
Pada kasus foot menjadi feet dan child menjadi children ada perubahan bentuk bukan adanya penambahan atau tidak
ada penambahan.
4.1.3.5
Morfem
Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Pembedaan lain yang bias dilakukan orang
adalah dikatomi adanya morfem bermakna leksikal . morfem bermakna leksikal
adalah morfem-morfem yang secara intern telah memiliki makna pada dirinya
sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain, misalnya dalam bahasa
Indonesia, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari) dan (merah) adalah morfem
bermakna leksikal.
Morfem tak bermakna leksikal ini
adalah morfem-morfem afiks, seperti (ber), (me) dan (ter). Ada satu bentuk
morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau
tidak, yaitu morfem-morfem dalam gramatikal berkategori sebagai proposisi dan konjungsi.
4.1.4
Morfem
Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem)
dan Akar (Root)
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih
umum dasar (base) saja), pangkal (stem) dan akar (root) adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam kajian
morfologi. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan
morfem afiks. Bentuk-bentuk seperti (juang), (kucing) dan sifat adalah morfem
dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem terikat seperti (juang),
(henti) dan (kucing), tetapi ada juga yang termasuk morfem bebas seperti (beli,
9lari) dan (kucing) sedangkan morfem afiks, seperti (ber), (ter) dan (kan)
jelas semuanya termasuk morfem terikat.
Dasar (base) dalam suatu proses morfologi, artinya bisa diberi afiks tertentu
dalam proses afiksasi, bisa di ulang dalam dalam suatu proses komposisi,
umpamanya dalam kata berbicara yang terdiri dari morfem ber bicara, maka bicara
adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu yang kebetulan juga berupa
morfem dasar. Istilah pangkal (stem)
digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses
pembubukan afiks inflektis, contoh pada kata untouchables pangkalnya adalah untouchable.
Akar (root) digunakan untuk menyebutkan bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi, artinya akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah
semua afiksnya, baik afiks inflensional maupun afiks derivasionalnya di
tinggalkan, misalnya kata inggris untouchables
akarnya adalah touch. Ada 3 macam
morfem dasar bahasa Indonesia.
a.
Morfem
dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi
kata, sehingga dapat langsung digunakan dalam ujaran misalnya, morfem (meja),
(kursi), (pergi) dan (kuning).
b.
Morfem
dasar yang kebebasannya dipersoalkan , yang termasuk ini adalah sejumlah morfem
berakar verbal, yang dalam kalimat imperatif
atau kalimat sisipan, tidak perlu diberi imbuhan, dan dalam kalimat
dekleratif imbuhannya dapat ditinggalkan.
c.
Morfem dasar
terikat, yakni morfem dasar yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata
tanpa terlebih dahulu mendapatkan proses morfologi, misalnya morfem-morfem
(juang), (henti), (gaul), (abai).
4.2 Kata
Yang ada dalam tata abahasa
tradisional sebagai satuan lingual yang selalu dibicarakan adalah satuan yang
disebut kata.
4.2.1
Hakiakat
Kata
Istilah kata sering kita dengar dan
sering kita gunakan, para tata bahasawan tradisional biasanya member pengertian
terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan
bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang diapit
oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. ‘kata-kata dalam bahasa arab biasanya
terdiri dari tiga huruf. Kata adalah satauan bebas terkecil (a minimal free from) tidak pernah diulas
atau dikomentarin, seolah-olah batasan itu sudah bersifat final. Dalam analisis
bahasa, mereka melihat hirarki bahasa adalah sebagai fonem, morfem dan kalimat,
berbeda dengan tata bahasa tradisional yang melihat hirarki bahasa sebagai
fonem, kata dan kalimat. Batasan tersebut menyiratkan dua hal :
1.
Bahwa
setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat
berubah, serta tidak dapat diselipi atau di selangkan oleh fonem lain,
misalnya, kata sikat, urutan fonemnyaadalah /s/, /i/, /k/, /a/ dan /t/.
2.
Setiap
kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau tempatnya
dapoat diisi atau digantikan oleh kata lain atau juga dapat dipisahkan dari
kata lainnya.
Berkenaan dengan otonomi kata untuk
dapat berubahn/ berpindah tempat dalam kalimat ada pakara yang menyarankan (Van
Wick: 1968) supaya diadakan derajat ke otonomian secara morfologis, misalnya
kata itu pada komik itu atau kau pada kau ambil dan di pada di kamar, memang
tidak dapat dipisahkan atau dibalikan. Perbedaan bentuknya adalah sesuai dengan
kedudukan bentuk-bentuk tersebut didalam jenis kalimat yang berbeda; mengajar
untuk kalimat aktif-stransitif, diajar untuk kalimat pasif, terpelaku orang
ketiga, kau ajar untuk kalimat pasif berpelaku orang kedua; terajar untuk
kalimat pasif yang menyatakan selesai; dan ajarlah untuk kalimat imperatif.
4.2.2
Klasifikasi
Kata
Klasifikasi kata adalah
penggolongan kata, atau menjeniskan kata; dalam peristilahan inggris disebut
juga part of speech. Criteria makna
digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verbal nomina dan ejektiva. Criteria
fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverb,
pronominal dan lain-lainnya. Verba adalah kata-kata yang menyatakan tindakan
atau perbuatan; nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan;
konjungsi adalah kata yang bertugas atau berfungsi untuk menghubungkan kata
dengan kata, atau bagian kalimat yang satu dengan yang lain, kata-kata seperti
buku, pensil, dan nenek adalah termasuk nomina, sebab dapat berdistribusi dibelakang kata bukan itu. Misalnya kalau
dapat berdistribusi dengan kata sangat menjadi cirri ejektifa, maka kata-kata
seperti berhasil, memalukan, menolong, pemalu juga termasuk kelas ejektiva,
sebab keempat itu pun dapat berdistribusi dengan kata sangat.
Fungsi subjek diisi oleh kelas
nomina, fungsi predikat diisi oleh verba atau ojektiva, fungsi ojek oleh kelas
nomina; fungsi keterangan oleh adverbial, seperti berenang itu menyehatkan
sudah muncul berbagai tafsiran mengenai kelas kata berenang. Jadi kata berenang
itu sendiri tetap verba; yang nomina adalah kegiatan atau perbuatan yang dalam
kalimat tersebut tidak diungkapkan. Klasifikasi atau pengelompokan kata itu
memang perlu, sebab besar manfaatnya, baik secara teoritis dalam studi
semantic, maupun secara praktis dalam berlatih keterampilan berbahasa.
4.2.3
Pembentuk
kata
Setiap dasar, terutama dalam bahasa
fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk terlebih dahulu menjadi sebuah kata gramitikal,
baik melalui proses afiksasi, reduplikasi, komposisi; umpamanya untuk
konstruksi kalimat nenek……..komik itu di kamar hanya bentuk kata berprefiks
me-yang dapat digunakan menjadi predikat dalam kalimat itu. Pembentukan kata
ini mempunyai dua sifat yaitu (1) bentuk kata-kata yang bersifat inflektif dan
(2) yang bersifat derivatif.
4.2.3.1
Inflektif
Kata-kata dalam bahasa inflektif,
seperti bahasa arab, bahasa latin dan bahasa sanskerta, untuk dapat digunakan
di dalam kalimat harus sesuai dulu bentuk dengan kategori-kategori gramitikal
yang berlaku dalam bahasa itu
Perubahan atau penyesuaian bentuk
pada verba disebut kongugasi dan perubahan atau penyesuain pada nomina dan
ejektiva disebut deklinasi. Verba bentuk infintif bahasa latin amore “mencintai”untuk persona pertama
tunggal, modus indikatif aktif. Hanya bentuknya saja yang berbeda, yang
disesuaikan dengan kategori grametikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam
morfologi infleksional disebut paradigm infleksional.
4.2.3.2
Derivatif
Pembentukan kata secara derivative membentuk
kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya,
umpamanya dari kata inggris sing “menyanyi”
terbentuk kata singer “penyanyi”,
dari kata write “menulis” terbentuk
kata writer “penulis” dan dari kata hunt “memburu” terbentuk kata hunter “pemburu”. Antara kata sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya
berbeda, kelasnya juga tidak sama, sing
berkelas verba, sedangkan singer
berkelas nomina.
Contoh dalam bahasa Indonesia dapat
diberikan, misalnya dari kata air yang berkelasnomina dibentuk menjadi mengairi
yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas nomina. Berbeda identitas
leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelas sama, seperti
kata makanan dan pemakan, sama-sama berkelas nomina, tetapi maknanya tidak
sama.
4.3 Proses
Morfemis
Pembicaraan tentang infleksi dan
darivasi sudah dibicarakan, sebagian kecil dari proses morfemis, atau proses
morfologis, dan juga proses gramitikal, khususnya pembentukan kata dengan
afiks. Berikut ini akan dibicarakan proses-proses marfis yang berkenan dengan
afiksasi, reduplikasi, konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan
modifikasi intem.
4.3.1
Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan
afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi
dasar dalam proses afikasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak
dapat disegmentasikan lagi, misalnya: meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa
Indonesia. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa fonem terikat, nyang
diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dibedakan ada 2
jenis afiks, yaitu: afiks inflentif dan afiks derivative.
Afiks inflentif adalah afiks yang
digunakan dalam pembentukan kata-kata inflentif atau paradigma. Misalanya
sufiks-s pada kata books sebagai penanda jamak. Dalam bahasa Indonesia
dibedakan adanya prefix me-yang inflektif dan perfek me- membentuk kata baru,
yaitu membentuk kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk
dasarnya. Misalnya terdapat pada kata membengkak yang berkelas verba dari dasar
ojektifa. Prefix adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me-
pada kata menghibur, un- kata inggris unhappy.
Prefix dapat muncul sama dengan surfiks atau afiks lain. Misalnya prefix ber-
bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan.
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan
ditengah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, misalnya infiks-el- pada kata
telunjuk dan-er- pada kata seruling; pada bahasa sunda –ar- pada kata berudak dan terahu. Sufiks adalah afiks yang
imbuhannnya pada posisi akhir bentuk dasar. Umpamanya dalam bentuk bahasa
Indonesia. Sufiks –an pada kata bagian dan sufiks –kan pada kata bagikan.
Konfiks adalah afiks yang merupa morfem terbagi, yang bagian pertama pada awal
bentuk dasar, dan pada bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar,
kedua bagian dari afiks itu dianggap satu kesatuan dan pengimbuhan yang
dilakukan sekaligus. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-/-an seperti
terdapat pada kata pertemuan, konfiks ke-/-an, seperti pada kata keterangan dan
konfiks ber-/-an seperti terdapat pada kata berciuman.
Ada yang menggunakan istilah
sirkumfiks untuk menyembut gabungan afiks yang bukan konfiks, seperti ber-/-an
pada kata beraturan yang memilki makna ‘mempunyai aturan”. Interfiks adalah
sejenis infiks atau elemen penyambung yang
muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur, contoh:
Unsur 1
|
Unsur 2
|
Gabungan
|
Makna
|
Tag
Jahr
Stern
|
Reise
Zeit
Banner
|
Tag.e.reise
Jahr.es.zeit
Stern.en.banner
|
Aday’s journey
Year time
Stars end stripes
|
Transfik adalah afiks yang berwujud
vocal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Dalam bahasa ini dasar
biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya tiga konsonan, seperti k-t-b
‘tulis” dan d-r-s “belajar”, contoh:
-
Katab ‘dia laki-laki menulis’
-
Jiktib ‘ dia laki-laki akan menulis’
-
Maktu:b ‘ sudah ditulis’
-
Maktaba ‘ took buku’
-
Maka:tib ‘ took-toko buku’
-
Kita:b ‘ buku’
-
Ka:tib ‘ penullis’
Karena hasila proses afiksasi itu
adalah sebuah verba, maka verba menggergaji disebut verba denominal. Proses besar
menjadi membesar adalah proses objektifal, maka hasilnya dapat disebut verba
deajektifal, proses penurunan pembinaan dari verba membina disebut proses
deverbal; maka hasilnya nomina pembinaan disebut nomina deverbal.
4.3.2
Reduplikasi
Redupsi adalah proses morfosis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (persial),
maupun dengan perubahan bunyi: seperti lelaki (dari dasar laki), dan juga
reduplikasi dengan perubahan bunyi. Dalam liguistik Indonesia sudah lazim
digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa jawa dan bahasa sunda. Istilah-istilah itu adalah:
1.
Dwilingga
yakni pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki
2.
Dwilingga
salin suara yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem
lainnya seperti bolak-balik, lenggak-lenggok, mondar-mandir.
3.
Dwipurwa
yakni pengulangan silabel pertama seperti lelaki, peparu dan pepatah.
4.
dwiwasana
yakni pengulangan pada akhir kata seperti cengengesah ‘selalu tertawa’yang
terbentuk dari cenges ‘tertawa.
5.
Trilingga,
yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag; dig – dug, cas –
cis – cus.
Proses reduplikasi banyak terdapat
dalam pelbagai bahasa di seluruh dunia, sebagai contoh diberikan dalam bahasa
kepulauan marshall (daerah pasifik) ada kata takin ‘kauskaki’ direduplikasikan
menjadi takinkin (infleksional)dan dapat pula bersifat derivasional. misalnya
meja-meja, berarti banyak meja ‘kecil-kecil yang bersifat berbeda dengan bentuk
dasarnya, misalnya laba-laba dari dasar laba dan pura-pura dari dasar pura.
4.3.3
Komposisi.
komposisi adalah hasil dari prose
penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang
terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal
yang berbeda atau yang baru. misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. produktifnya
proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah dan
berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan makna yang
berbeda-beda.
Suatu komposisi disebut kata
majemuk kalau unsur-unsurnya tidak dapat dipertukarkan tewmpatnya. umpamanya,
bentuk adik mandi bukan kata majemuk, karena antara unsur adik dan unsur mandi dapat
disipkan kata lain, misalnya adik sedang mandi. ada juga yang menyatakan sebuah
komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal kompoisisi itu sudah
berubah dari identitasleksikal unsur-unsurnya. umpamanya bentuk lalu lintas
yang juga berkategori verba. komposisi lalu lintas itu tidak berkategori veba,
melainkan berkategori nomina, seperti dalam kalimat lalu lintas di Jakarta sekarang
sangat padat.
4.3.4
Konversi,
Modifikasi Internal, dan Suplaei
konversi sering juga disebut
derivasi zero, transmutasi, dan tansposisi adalah proses pembentukan kata dari
sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan
unsur segmental. umpamanya kata drink
dalam bahasa inggris adalah nomina seperti dalam kalimat have a drink tetapi dapat diubah menjadi sebuah verba, contoh dalam
bahasa Indonesia kata cangkul adalah nomina dalam kalimat ayah membeli cangkul
baru; tetapi dalam kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru ditanami
adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan
kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) kedalam morfem
yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan), contoh diambil dari
bahasa arab dengan morfem dasar berkerangka k-t-b ‘tulis’ ada jenis modifikasi
internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi berubahnya sangat
ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hamper tidak tampak lagi.
4.3.5
Pemendekan
Pemendekan adalah proses
penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah
bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuh, misalnya
bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman), l (utuhnya liter),
Hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan) dan SD (utuhnya sekolah Dasar).
Hasil proses pemendekan ini
biasanya dibedakan atas penggalan singkatan, akronim, penggalan adalah
kependekan berupa pangkalan satu atau dua suku pertamadari bentuk yang
dipendekan, misalnya lab atau labo dari laboratorium, dok dari bentuk utuh
dokter dan perpus dari bentuk utuh perpustakaan. Akronim adalah hasil
pemendekan berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya Abri
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Produktifitasnya proses pemendekan
ini adalah karena keinginan untuk menghemat tempat (tulisan) dan tentu juga
ucapan, contoh UK (United Kingdom),
UNO (United Nation Organisastin).
Dalam bahasa Indonesia pemendekan
ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa Indonesia seringkali tidak
mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik,
misalnya bahasa Indonesia tidak mempunyai hospital, yang dimiliki adalah rumah
sakit.
4.3.6
Poduktifitas
Proses Morfemis
Produktifitas proses morfemis ini
adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang secara relatif tak
terbatas artinya; ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut,
misalnya kata inggris steet hanya
mempunyai dua alternant, yaitu street
dan jamaknya yaitu streets. proses derivasi
bersifat terbuka, artinya penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan
proses tersebut. Umpamanya bagi mereka yang belum pernah mendengar atau membaca
kata kegramatikalan atau kemenarikan akan segera mengerti kedua kata baru itu
karena mereka sudah tahu juga fungsinya penominalan konfiks ke-/-an dalam
bahasa Indonesia. Proses derevasi adalah produksi.
Bentuk-bentuk yang menurut kaedah
gramatikal di mungkinkan keberadaannya, tetapi ternyata tidak pernah ada
seperti mencantikan dan memisau, diatas, disebut bentuk yang potensial yang
pada suatu saat kelak dapat muncul. Bentuk yang nyata ada, seperti bentuk
menjelekan dan bersepeda disebut bentuk aktual.
4.4 Morfofonemik
Morfonemik, morfofonologi atau
morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses
morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Umpamanya dalam
proses afiksasi bahasa Indonesia dengan prefix me-akan terlihat bahwa prefix me-itu
akan berubah menjadi mem-, men-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut
aturan-aturan fonologi tertentu.
Perubahan fonem dalam proses
merfofonemi ini dapat berwujud, (1) Pemunculan fonem, (2) pelepasan fonem, (3)
peluluhan fonem, (4) perubahan fonem, (5) pergeseran fonem.
Pemunculan fonem dapat kita lihat
dalam proses pengimbuhan prefix me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi
membaca; dimana terlihat muncul konsonan sengau /m/. pelepasan fonem dapat kita
lihat dalam proses pengimbimbuhan akhiran wan pada kata sejarah dimana fonem
/h/ pada kata sejarah itu menjadi hilang. Perhatikan:
Sejarah + wan → sejarahwan
Proses peluluhan fonem dapat kita
lihat dalam proses pengimbuhan prefix me- pada kata sikat dimana fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan
disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dari prefix tersebut. Perhatikan; me- +
sikat → menyikat.
Proses perubahan fonem dapat kita
lihat pada proses pengimbuhan prefix ber- pada kata ajar dimana fonem /r/ dari
prefiks itu berubah menjadi fonem /l/. perhatikan; ber + ajar → belajar.
Proses pergeseran fonem adalah
pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain. Bias kita
lihat dalam proses pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab dimana fonem /b/
yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/. Perhatikan; ja.
Wab + -an → ja. wa.
ban.
BAB V
TATARAN
LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan
hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar,
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata
tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok
kata atau kalimat.
1.1. Struktur
Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama
harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran
sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan
keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok
dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang
berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah
pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran
sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu
terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k).
Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang
tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek
melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata
nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata
kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi
oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang
berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada
contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi
pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya,
dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki
fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap
struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional
berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi
predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh
katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori
adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa
inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut
juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah
dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi
kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya,
konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai
urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x
60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa
berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan
kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut.
Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat
maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam
Bentuk kata sangat penting karena
didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori
sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting.
Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas
nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi
nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk
kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga,
yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang
akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah
konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen
lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor
subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang
kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan
konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan.
Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh
konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.
1.2. Kata
Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara
leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi,
merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak
mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia
tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang
termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas
adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing
dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang
islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang
berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi
sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili
(Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap
bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa
inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu
kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.
1.3. Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan
sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat
berada diatas sataun kata.
5.3.1
Pengertian
Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai
satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase;
konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah
morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur
subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual
sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca
tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai
pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor,
contoh:
-
Nenek saya
(siapa yang duduk disana itu?)
Kata mejaemuk sebagai komposisi
yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase
adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau
makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata
majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.
5.3.2
Jenis
Frase
Farese dibedakan adanya frase (1)
ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator
(4) apositif
5.3.2.1
Frase
Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang
komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an
komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi
fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris
dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang
direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif
komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti
yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata
berkategori nomina.
5.3.2.2
Frase
Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang
salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-
Nenek
sedang membaca komik di kamar
Frase endosentrik lazim disebut
proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti
atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya
kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca
dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca
itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena
salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai
komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku
sebagai komponen bawahan. Cohntoh
Frase nominal adalah frase
endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah,
kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik
yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata
verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan
tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa
kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang
baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral,
misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.
5.3.2.3
Frase
Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang
komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan
sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat,
baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik
…….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin
terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak
menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir
mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.
5.3.2.4
Frase
Apositif
Frase apositif adalah frase
koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena
itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak
Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya
seperti pada kalimat (2).
(1)
Pak Ahmad,
guru saya, rajin sekali
(2)
Guru saya,
Pak Ahmad, rajin sekali
5.3.3
Perluasan
Frase
Salah satu cirri frase adalah frase
itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru
sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di
kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau
belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur
belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata,
modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan
afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam
frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata
tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi
secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-
Kakak saya
meninggal aminggu lalu
-
Kakak saya
yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu
1.4. Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam
sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.
5.4.1
Pengertian
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi
itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan
yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan
konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar
mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi
tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah
klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi
untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis
wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa
menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek
membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu
klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2
Jenis
Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur
dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan
adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan
prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih
cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi
kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang
tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat
mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek
membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi
predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari
dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.
Klausa
transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis
surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.
Klausa
intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti
nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.
Klausa
relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek
sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.
Klausa
resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka
bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya
bersalaman.
Klausal nominal adalah klausa yang
predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik
dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori
ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5. Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh
buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita
sebut kalimat.
5.5.1
Pengertian
Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata
yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi
dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya
ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.
Nenek
membaca komik
b.
Nenek saya
(sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)
5.5.2
Jenis
Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan
berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.
5.5.2.1
Kalimat
Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar,
adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif,
aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita
dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.
FN + FV : nenek dating
b.
FN ++ FV +
FN : nenek membaca komik
c.
FN + FV +
FN + FN : nenek membacakan kakek komik
d.
FN + FA : nenek dokter
e.
FN + FA : nenek cantik
f.
FN + FNUM : uangnya dua juta
g.
FN + FP : uangnya di dompet
Keterangan:
a.
FN : frase nominal
FV : Frase verba
FA : Frase ojektival
FNum : Frase numeral
FB : Frase preposisi
b.
FN dapat
diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat
diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata
numeralia.
Dapat dikatakan
kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;
5.5.2.2
Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan
kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau
klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat
tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah
kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat
koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama,
yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh
kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah
kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat.
Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk
subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.
5.5.2.3
Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat
minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen
dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang
tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’
(sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).
5.5.2.4
Kalimat
Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang
dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya
bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek
kalau verba tersebut bersifat
monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa
verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan
bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek.
Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat
intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang
kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh
kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan.
Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau
kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah
kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan
lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.
5.5.2.5
Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat
terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang
membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai
potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana
tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat
bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat
adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau
menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat
terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias
diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan
di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.
5.5.3
Intonasi
Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa
tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi;
melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan,
tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi
ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam
bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif,
contoh
-
Apa rumah
sekarang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
-
Apa rum/ah
sekar/ang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan
5.5.4
Modus,
Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1
Modus
Modus adalah pengungkapan atau
gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap
sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.
Modus
indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau
netral.
b.
Modus
optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.
Modus
imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa
latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare!
‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum
‘cintailah dia’.
d.
Modus
interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.
Modus
obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.
Modus
desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.
Modus
kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan
5.5.4.2
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang
pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian
atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.
Aspek
kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.
Aspek
inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia
pun berjalanlah.
c.
Aspek
progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.
Aspek
repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.
Aspek perpektif
yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.
Aspek
imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.
Aspek
sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir
5.5.4.3
Kala
Kala atau tenses adalah informasi
dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau
pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara
morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada
verbanya. Contoh bahasa jepang.
Kala kini
|
Kala Lampau
|
Makna
|
Arukimasu
Ikimasu
|
Arukimasita
ikimasita
|
Berjalan
Pergi
|
Kala lampau verba digunakan sufiks
–ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-
Nita
worked there yesterday
-
Dika is
working there
5.5.4.4
Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam
kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu
mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara,
contoh:
-
Barangkali
dia tidak akan hadir
-
Petani
Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata
mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin,
dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.
Modalitas
internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin
menunaikan ibadah haji.
b.
Modalitas
epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan,
contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.
Modalitas
deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh;
anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.
Modalitas
dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan
hal itu kalau diberi kesempatan.
5.5.4.5
Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan
bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian
itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat yang menjadi fokus atau menempati fungsi
subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu
membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan
dengan cara:
a.
Memberikan
tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.
Mengedepankan
bagian kalimat yang difokuskan
c.
Cara
memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang
difokuskan
d.
Mengontraskan
dua bagian kalimat
e.
Menggunakan
konstruksi posesif anaforis beranteseden.
5.5.4.6
Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan
antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam
kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.
Diathesis
aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat
contoh; mereka merampas uang kami.
b.
Diatesis
pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.
Diatesis
refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.
Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.
Diatesis
resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas.
Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.
Diatesis
kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek
menghitamkan rambutnya.
1.6. Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah
unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena
secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki
pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus
selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan
kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa
tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan
titik.
5.6.1
Pengertian
Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda,
pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga
dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang
bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan
grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana
sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah
kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian
wacana dilakukan dengan pengulangan kata.
5.6.2
Alat
Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren
dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun
berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat
sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.
Konjungsi,
yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan
paragraf dengan paragraf. Contoh Raja
sakit dan permaisuri meninggal.
b.
Menggunakan
kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit
Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.
Menggunakan
elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain,
contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari
Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju
merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan
koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat
juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.
Menggunakan
hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya:
kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.
Menggunakan
hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu
terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.
Menggunakan
hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua
buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak
ketemu nasi.
4.
Menggunakan
hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi
hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.
Menggunakan
hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya
disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.
Menggunakan
hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada
lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.
5.6.3
Jenis
Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan
berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada
pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana
prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana
eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan
sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta;
wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana
argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.
5.6.4
Subsatuan
Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang
utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami
pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi
dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.
1.7. Catatan
Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih
kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem
membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa
akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah
urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau
penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas
atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan
menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya.
Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat
jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi
kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang
tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa
tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen
menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat
konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam
kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks
mengikutsertakan.
BAB V
TATARAN
LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan
hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar,
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata
tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok
kata atau kalimat.
1.1. Struktur
Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama
harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran
sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan
keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok
dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang
berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah
pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran
sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu
terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k).
Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang
tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek
melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata
nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata
kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi
oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang
berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada
contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi
pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya,
dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki
fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap
struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional
berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi
predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh
katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori
adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa
inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut
juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah
dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi
kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya,
konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai
urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x
60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa
berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan
kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut.
Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat
maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam
Bentuk kata sangat penting karena
didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori
sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting.
Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas
nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi
nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk
kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga,
yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang
akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah
konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen
lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor
subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang
kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan
konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan.
Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh
konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.
1.2. Kata
Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara
leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi,
merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak
mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia
tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang
termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas
adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing
dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang
islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang
berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi
sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili
(Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap
bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa
inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu
kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.
1.3. Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan
sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat
berada diatas sataun kata.
5.3.1
Pengertian
Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai
satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase;
konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah
morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur
subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual
sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca
tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai
pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor,
contoh:
-
Nenek saya
(siapa yang duduk disana itu?)
Kata mejaemuk sebagai komposisi
yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase
adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau
makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata
majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.
5.3.2
Jenis
Frase
Farese dibedakan adanya frase (1)
ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator
(4) apositif
5.3.2.1
Frase
Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang
komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an
komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi
fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris
dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang
direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif
komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti
yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata
berkategori nomina.
5.3.2.2
Frase
Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang
salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-
Nenek
sedang membaca komik di kamar
Frase endosentrik lazim disebut
proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti
atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya
kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca
dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca
itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena
salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai
komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku
sebagai komponen bawahan. Cohntoh
Frase nominal adalah frase
endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah,
kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik
yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata
verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan
tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa
kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang
baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral,
misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.
5.3.2.3
Frase
Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang
komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan
sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat,
baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik
…….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin
terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak
menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir
mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.
5.3.2.4
Frase
Apositif
Frase apositif adalah frase
koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena
itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak
Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya
seperti pada kalimat (2).
(1)
Pak Ahmad,
guru saya, rajin sekali
(2)
Guru saya,
Pak Ahmad, rajin sekali
5.3.3
Perluasan
Frase
Salah satu cirri frase adalah frase
itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru
sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di
kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau
belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur
belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata,
modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan
afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam
frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata
tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi
secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-
Kakak saya
meninggal aminggu lalu
-
Kakak saya
yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu
1.4. Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam
sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.
5.4.1
Pengertian
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi
itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan
yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan
konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar
mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi
tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah
klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi
untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis
wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa
menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek
membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu
klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2
Jenis
Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur
dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan
adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan
prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih
cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi
kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang
tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat
mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek
membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi
predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari
dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.
Klausa
transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis
surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.
Klausa
intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti
nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.
Klausa
relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek
sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.
Klausa
resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka
bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya
bersalaman.
Klausal nominal adalah klausa yang
predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik
dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori
ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5. Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh
buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita
sebut kalimat.
5.5.1
Pengertian
Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata
yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi
dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya
ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.
Nenek
membaca komik
b.
Nenek saya
(sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)
5.5.2
Jenis
Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan
berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.
5.5.2.1
Kalimat
Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar,
adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif,
aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita
dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.
FN + FV : nenek dating
b.
FN ++ FV +
FN : nenek membaca komik
c.
FN + FV +
FN + FN : nenek membacakan kakek komik
d.
FN + FA : nenek dokter
e.
FN + FA : nenek cantik
f.
FN + FNUM : uangnya dua juta
g.
FN + FP : uangnya di dompet
Keterangan:
a.
FN : frase nominal
FV : Frase verba
FA : Frase ojektival
FNum : Frase numeral
FB : Frase preposisi
b.
FN dapat
diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat
diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata
numeralia.
Dapat dikatakan
kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;
5.5.2.2
Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan
kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau
klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat
tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah
kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat
koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama,
yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh
kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah
kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat.
Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk
subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.
5.5.2.3
Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat
minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen
dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang
tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’
(sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).
5.5.2.4
Kalimat
Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang
dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya
bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek
kalau verba tersebut bersifat
monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa
verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan
bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek.
Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat
intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang
kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh
kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan.
Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau
kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah
kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan
lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.
5.5.2.5
Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat
terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang
membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai
potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana
tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat
bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat
adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau
menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat
terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias
diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan
di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.
5.5.3
Intonasi
Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa
tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi;
melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan,
tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi
ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam
bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif,
contoh
-
Apa rumah
sekarang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
-
Apa rum/ah
sekar/ang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan
5.5.4
Modus,
Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1
Modus
Modus adalah pengungkapan atau
gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap
sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.
Modus
indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau
netral.
b.
Modus
optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.
Modus
imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa
latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare!
‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum
‘cintailah dia’.
d.
Modus
interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.
Modus
obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.
Modus
desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.
Modus
kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan
5.5.4.2
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang
pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian
atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.
Aspek
kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.
Aspek
inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia
pun berjalanlah.
c.
Aspek
progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.
Aspek
repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.
Aspek perpektif
yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.
Aspek
imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.
Aspek
sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir
5.5.4.3
Kala
Kala atau tenses adalah informasi
dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau
pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara
morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada
verbanya. Contoh bahasa jepang.
Kala kini
|
Kala Lampau
|
Makna
|
Arukimasu
Ikimasu
|
Arukimasita
ikimasita
|
Berjalan
Pergi
|
Kala lampau verba digunakan sufiks
–ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-
Nita
worked there yesterday
-
Dika is
working there
5.5.4.4
Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam
kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu
mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara,
contoh:
-
Barangkali
dia tidak akan hadir
-
Petani
Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata
mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin,
dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.
Modalitas
internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin
menunaikan ibadah haji.
b.
Modalitas
epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan,
contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.
Modalitas
deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh;
anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.
Modalitas
dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan
hal itu kalau diberi kesempatan.
5.5.4.5
Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan
bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian
itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat yang menjadi fokus atau menempati fungsi
subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu
membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan
dengan cara:
a.
Memberikan
tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.
Mengedepankan
bagian kalimat yang difokuskan
c.
Cara
memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang
difokuskan
d.
Mengontraskan
dua bagian kalimat
e.
Menggunakan
konstruksi posesif anaforis beranteseden.
5.5.4.6
Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan
antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam
kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.
Diathesis
aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat
contoh; mereka merampas uang kami.
b.
Diatesis
pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.
Diatesis
refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.
Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.
Diatesis
resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas.
Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.
Diatesis
kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek
menghitamkan rambutnya.
1.6. Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah
unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena
secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki
pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus
selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan
kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa
tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan
titik.
5.6.1
Pengertian
Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda,
pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga
dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang
bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan
grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana
sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah
kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian
wacana dilakukan dengan pengulangan kata.
5.6.2
Alat
Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren
dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun
berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat
sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.
Konjungsi,
yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan
paragraf dengan paragraf. Contoh Raja
sakit dan permaisuri meninggal.
b.
Menggunakan
kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit
Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.
Menggunakan
elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain,
contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari
Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju
merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan
koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat
juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.
Menggunakan
hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya:
kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.
Menggunakan
hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu
terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.
Menggunakan
hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua
buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak
ketemu nasi.
4.
Menggunakan
hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi
hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.
Menggunakan
hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya
disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.
Menggunakan
hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada
lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.
5.6.3
Jenis
Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan
berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada
pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana
prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana
eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan
sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta;
wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana
argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.
5.6.4
Subsatuan
Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang
utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami
pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi
dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.
1.7. Catatan
Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih
kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem
membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa
akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah
urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau
penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas
atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan
menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya.
Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat
jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi
kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang
tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa
tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen
menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat
konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam
kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks
mengikutsertakan.
BAB V
TATARAN
LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan
hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar,
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata
tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok
kata atau kalimat.
1.1. Struktur
Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama
harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran
sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan
keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok
dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang
berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah
pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran
sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu
terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k).
Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang
tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek
melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata
nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata
kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi
oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang
berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada
contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi
pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya,
dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki
fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap
struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional
berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi
predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh
katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori
adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa
inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut
juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah
dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi
kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya,
konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai
urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x
60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa
berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan
kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut.
Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat
maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam
Bentuk kata sangat penting karena
didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori
sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting.
Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas
nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi
nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk
kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga,
yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang
akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah
konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen
lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor
subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang
kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan
konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan.
Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh
konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.
1.2. Kata
Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara
leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi,
merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak
mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia
tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang
termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas
adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing
dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang
islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang
berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi
sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili
(Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap
bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa
inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu
kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.
1.3. Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan
sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat
berada diatas sataun kata.
5.3.1
Pengertian
Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai
satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase;
konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah
morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur
subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual
sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca
tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai
pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor,
contoh:
-
Nenek saya
(siapa yang duduk disana itu?)
Kata mejaemuk sebagai komposisi
yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase
adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau
makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata
majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.
5.3.2
Jenis
Frase
Farese dibedakan adanya frase (1)
ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator
(4) apositif
5.3.2.1
Frase
Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang
komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an
komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi
fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris
dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang
direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif
komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti
yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata
berkategori nomina.
5.3.2.2
Frase
Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang
salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-
Nenek
sedang membaca komik di kamar
Frase endosentrik lazim disebut
proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti
atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya
kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca
dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca
itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena
salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai
komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku
sebagai komponen bawahan. Cohntoh
Frase nominal adalah frase
endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah,
kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik
yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata
verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan
tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa
kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang
baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral,
misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.
5.3.2.3
Frase
Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang
komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan
sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat,
baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik
…….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin
terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak
menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir
mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.
5.3.2.4
Frase
Apositif
Frase apositif adalah frase
koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena
itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak
Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya
seperti pada kalimat (2).
(1)
Pak Ahmad,
guru saya, rajin sekali
(2)
Guru saya,
Pak Ahmad, rajin sekali
5.3.3
Perluasan
Frase
Salah satu cirri frase adalah frase
itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru
sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di
kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau
belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur
belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata,
modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan
afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam
frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata
tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi
secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-
Kakak saya
meninggal aminggu lalu
-
Kakak saya
yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu
1.4. Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam
sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.
5.4.1
Pengertian
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi
itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan
yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan
konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar
mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi
tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah
klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi
untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis
wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa
menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek
membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu
klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2
Jenis
Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur
dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan
adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan
prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih
cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi
kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang
tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat
mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek
membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi
predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari
dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.
Klausa
transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis
surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.
Klausa
intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti
nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.
Klausa
relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek
sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.
Klausa
resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka
bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya
bersalaman.
Klausal nominal adalah klausa yang
predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik
dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori
ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5. Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh
buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita
sebut kalimat.
5.5.1
Pengertian
Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata
yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi
dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya
ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.
Nenek
membaca komik
b.
Nenek saya
(sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)
5.5.2
Jenis
Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan
berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.
5.5.2.1
Kalimat
Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar,
adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif,
aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita
dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.
FN + FV : nenek dating
b.
FN ++ FV +
FN : nenek membaca komik
c.
FN + FV +
FN + FN : nenek membacakan kakek komik
d.
FN + FA : nenek dokter
e.
FN + FA : nenek cantik
f.
FN + FNUM : uangnya dua juta
g.
FN + FP : uangnya di dompet
Keterangan:
a.
FN : frase nominal
FV : Frase verba
FA : Frase ojektival
FNum : Frase numeral
FB : Frase preposisi
b.
FN dapat
diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat
diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata
numeralia.
Dapat dikatakan
kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;
5.5.2.2
Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan
kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau
klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat
tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah
kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat
koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama,
yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh
kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah
kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat.
Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk
subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.
5.5.2.3
Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat
minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen
dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang
tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’
(sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).
5.5.2.4
Kalimat
Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang
dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya
bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek
kalau verba tersebut bersifat
monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa
verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan
bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek.
Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat
intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang
kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh
kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan.
Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat
yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau
kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah
kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan
lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.
5.5.2.5
Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat
terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang
membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai
potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana
tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat
bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat
adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau
menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat
terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias
diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan
di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.
5.5.3
Intonasi
Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa
tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi;
melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan,
tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi
ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam
bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif,
contoh
-
Apa rumah
sekarang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
-
Apa rum/ah
sekar/ang mahal?
2-
33n / 2- 33n/ 2 3/t
Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan
5.5.4
Modus,
Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1
Modus
Modus adalah pengungkapan atau
gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap
sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.
Modus
indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau
netral.
b.
Modus
optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.
Modus
imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa
latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare!
‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum
‘cintailah dia’.
d.
Modus
interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.
Modus
obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.
Modus
desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.
Modus
kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan
5.5.4.2
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang
pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian
atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.
Aspek
kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.
Aspek
inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia
pun berjalanlah.
c.
Aspek
progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.
Aspek
repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.
Aspek perpektif
yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.
Aspek
imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.
Aspek
sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir
5.5.4.3
Kala
Kala atau tenses adalah informasi
dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau
pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara
morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada
verbanya. Contoh bahasa jepang.
Kala kini
|
Kala Lampau
|
Makna
|
Arukimasu
Ikimasu
|
Arukimasita
ikimasita
|
Berjalan
Pergi
|
Kala lampau verba digunakan sufiks
–ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-
Nita
worked there yesterday
-
Dika is
working there
5.5.4.4
Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam
kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu
mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara,
contoh:
-
Barangkali
dia tidak akan hadir
-
Petani
Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata
mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin,
dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.
Modalitas
internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin
menunaikan ibadah haji.
b.
Modalitas
epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan,
contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.
Modalitas
deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh;
anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.
Modalitas
dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan
hal itu kalau diberi kesempatan.
5.5.4.5
Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan
bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian
itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat yang menjadi fokus atau menempati fungsi
subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu
membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan
dengan cara:
a.
Memberikan
tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.
Mengedepankan
bagian kalimat yang difokuskan
c.
Cara
memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang
difokuskan
d.
Mengontraskan
dua bagian kalimat
e.
Menggunakan
konstruksi posesif anaforis beranteseden.
5.5.4.6
Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan
antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam
kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.
Diathesis
aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat
contoh; mereka merampas uang kami.
b.
Diatesis
pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.
Diatesis
refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.
Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.
Diatesis
resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas.
Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.
Diatesis
kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek
menghitamkan rambutnya.
1.6. Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah
unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena
secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki
pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus
selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan
kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa
tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan
titik.
5.6.1
Pengertian
Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda,
pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga
dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang
bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan
grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana
sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah
kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian
wacana dilakukan dengan pengulangan kata.
5.6.2
Alat
Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren
dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun
berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat
sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.
Konjungsi,
yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan
paragraf dengan paragraf. Contoh Raja
sakit dan permaisuri meninggal.
b.
Menggunakan
kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit
Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.
Menggunakan
elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain,
contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari
Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju
merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan
koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat
juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.
Menggunakan
hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya:
kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.
Menggunakan
hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu
terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.
Menggunakan
hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua
buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak
ketemu nasi.
4.
Menggunakan
hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi
hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.
Menggunakan
hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya
disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.
Menggunakan
hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada
lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.
5.6.3
Jenis
Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan
berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada
pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana
prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana
eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan
sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta;
wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana
argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.
5.6.4
Subsatuan
Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang
utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami
pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi
dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.
1.7. Catatan
Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih
kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem
membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa
akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah
urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau
penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas
atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan
menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya.
Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat
jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi
kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang
tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa
tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen
menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat
konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam
kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks
mengikutsertakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar