Kamis, 06 Desember 2012

Pengantar Linguistik umum


PENDAHULUAN

Secara popular orang seringmenyatakan liguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Kata liguistic dalam bahasa inggris, liguistique dalam bahasa prancis,dan linguistiek dalam bahasa belanda diturunkan dari kata latin lingua yang berarti bahasa. Dalam bahasa roman yaitu bahas yang berasal dari bahasa latin, terdapatkata yang serupa atau mirip dengan kata latin lingua.
Ilmu linguistic disebut linguistic umum (general linguistics) artinya ilmu linguistic itu tidak mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Perolehan adalah wujud bahasayang konkret, yang diucapkan anggoa masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. Langangu adalah system bahasa manusia secara umum; jadi sifatnya abstrak.



BAB I
LINGUISTIK SEBAGAI ILMU

1.1  Keilmiahan Linguistik
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk juga ilmiah linguistic telah mengalami tiga tahap perkembangan bagan sebagai berikut :
  1. 1. 1 Tahap spekulasi. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu.Misalnya: Bumi ini berbentuk datar seperti mega.
2.        1.1.2 Tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa member teori atau kesimpulan apapun.
Misalnya: bahasa didaftarkan, ditelaah cirri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokan berdasarkan kesamaan-kesamaan cirri yang dimiliki bahasa tersebut.
3      1.1.3 Tahap adanya perumusan teori setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
Misalnya: seorang pakar ingin mengetahui bagaimana susunan kata dala kalimat bahasa yang ada di dunia ini. Menemukan bahwa verba atau kata kerja dalam bahasa jepang terletak pada akhir kalimat, lalu hal tersebut juga ditemukan dalam bahasa turki.

1.2  Subdisiplin Lingustik
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang bekenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya: ilmu kimia dibagi atas kimia oeganik dan kimia anorganik.
1.2.1        Berdasrkan Objek Kajiannya Linguistik Umum dan Linguistik Khusus
Linguistik Umum adalah linguistic yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum atau keseluruhan, sedangkan Linguistik Khusus adalah mengkaji kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu.
Misalnya: Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, atau Bahasa Jawa saja.
1.2.2 Berdasarkan Objek Kajiannya Linguistik Sinkronik Dan Linguistik Digkronik
Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa yang terbatas, misalnya pengkajian Bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan linguistik diakronik berupaya menkaji bahasa pada masa yang tidak terbatas , misalnya: bahasa latin dan bahasa sangsakerta. Kajian diakronik bersifat historis dan komporatif. Tujuan linguistik diakronik ini adalah untuk mengetahui sejarah structural bahasa itu beserta dengan bentuk perubahan.

1.2.3        1.2.3 Berdasarkan Objek Kajiannya Linguistik Mikro Dan Linguistik Makro
Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu nahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Linguistik mikro ada subdisplin linguistic fonologi, morfologi, sintaksisi, semantik dan legsikologi. Linguistik makro yang enyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan factor-faktor diluar bahasa, lebih banyak membahas faktor-faktor luar bahasanya itu dari pada struktur internal bahasa, Misalnya: sosiolinguistik, spikolinguistik, etnolinguistik, antropolinguistik, stilistika, filiologi, dialektologi, filsafat bahasa, neurolongiustik.

1.2.4        1.2.4 Berdasarkan Tujuannya Lingustik teoritis dan Linguistik Terapan
Linguistik teoritis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannyaitu, maka linguistik terapan berusaha mengadakan penyelidikan bahasa atau hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah-masalah praktis yang terdapat di dalam masyarakat. Misalnya: menyelidiki linguistik untuk kepentingan pengajaran bahasa, menyusun buku ajaer, penerjemah buku.

1.2.5        1.2.5 Berdasarkan Aliran Atau Teori Yang Digunakan Dalam Penyelidikan Bahasa
Diluar bidang atau cabang yang sudah dibicarakan di atas masih ada bidang yang lain, yaitu yang menggeluti sejarah linguistik. Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu lingustik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh berbagai paranata masyarakat seprti: kepercayaan, adat istiadat, pendidikan dan sebagainya terhadap linguistik sepanjang masa. 
 
1.3  Analisis Linguistik
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu Fonetik, Fonemik, Morfologi, Sintaksis, dan semantik.

1.3.1        1.3.1Struktur, Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand De Saussure (1857-1973) dalam bukunya Course de Linguistik General (terbitan pertama kali 1913, terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbitan 1988) membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat antara satuan-satuan bahasa yaitu relasi sintagmatik dan relasi asosiatif. Yang dimaksud dengan relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu; sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak tampak dalam satuan kalimat. Misalnya: dalam kalimat, dia mengikuti ibunya terdapat 15 buah fonem yang berkaitan dengan cara tertentu, ada 3 buah kata dengan hubungannya yang tertentu pula, dan ada 3 fungsi sintaksis, yaitu subjek, prediket dan objek, yang mempunyai hubungan tertentu pula.


1.3.2        1.3.2 Analisis Bawah Langsung
Analisis bawah langsung sering juga disebut analisis unsure langsung atau analisi bawahan terdekat (inggrisnya adalah Immediate Constituent Analysis) adalah suatu teknik dalam menganalisis unsure-unsur atau konstituen  yang membangun satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Misalnya: satuan bahaa yang berupa kata dimakan unsur langsungnya adalah di dan makan.

1.3.3        1.3.3 Analisis Rangkaian Unsur dan Analisi Proses Unsur
Satuan-satuan bahasa dapat pula dinalisis menurut teknik analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur. Kedua cara ini buka barang baru, sebab sudah dipersoalkan orang sejak tahun empat puluhan. Satuan bahasa yang di analisis biasanya terbatas hanya pada satuan morfologi
Analisis rangkaian unsur (inggrisnya: Item and Arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa di bentuk atau di tata dari unsur-unsur lain. Misalnya satuan tertimbun terdiri dari ter+timbun satuan keinginan terdiri dari dingin+ke-/-an dan rumah-rumahan terdiri dari rumah+rumah. Berbeda dengan anlisis rangkaian unsur.
Maka analisis proses unsur (bahasa inggrisnya: Item and Process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan.

1.4  Manfaat Linguistik
Bagi guru, terutama guru bahasa pengetahuan bahasa sangat penting, mulai dari subdisiplin, morfologi, sintaksis, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyakatan dan kebudayaan. Bagi penerjemah pengetahuan linguistik metlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, simantik.
Bagi penyusun kamu atau leksikograper menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan sebab linguistik akan memberikan manfaat dalam penyelesaian tugasnya. Manfaat linguistik bagi penyusun buku pelajar atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberikan tuntutan bagi penyusun teks dalam menyusun alimat yang tepat, memilih kosa kata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
Manfaat linguistik bagi para negarawan atau politukus :
1.      Sebagai negarawan atau politikus yang harus memperjuangkan idiologi dan konsep-konsep kenegarawan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik. 
2. Kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah linguistik dan sosialnguistik, khususnya dalam kaitannya dengan kemasyarakatn, maka tentu dia akan dapat merendam dan menyelesaikan gejolak social yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan bahasa.







BAB II
OBJEK LINGUISTIK BAHASA

1.1    Pengertian Bahasa
Sebagi objek kaljian linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyaraat bahasa langue. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud system suatu bahasa tertenru secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud sistem bahasa secara universal. Bahasa adalah alat komunikasi. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifiakasi diri.

1.2    Hakikat Bahasa
Beberapa cirri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu :
1.      Bahasa itu adalah sistem
2.      Bahasa itu berwujud lambang
3.      Bahasa itu berupa bunyi
4.      Bahasa itu bersifat arbiter
5.      Bahasa itu bermakna
6.      Bahasa itu bersifat konvensional
7.      Bahasa itu bersifat unik
8.      Bahasa itu bersifat universal
9.      Bahasa itu bersifat produktif
10.  Bahasa itu bervariasi
11.  Bahasa itu bersifat dinamis
12.  Bahasa berfungsi sebagai interaksi social
13.  Bahasa merupakan identitas penuturnya


1.2.1   Bahasa Sebagai Sistem
Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan. Sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistemis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak, secara sembarangan, sedangkan sistemis artinya baasa itu bukan merupakan sistem tunggal tetapi terdiri juga dari sub-subsistem; atau sistem bawahan.
Disini dapat disebutkan, antara lain, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaktis dan subsistem semantik. Bandingkanlah dengan sebuah sepeda yang terdiri juga dari subsistem kemudi, subsistewm pedal dan subsistem roda.

1.2.2   Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sudah sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Umpamanya dalam membicarakan bendera kita sang merah putih , sering dikatan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah lambang kesucian. Ilmu semiotika atau semiologi yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia dalam semiotika atau semiologi *yang di Anerika ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dan di Eropa oleh Ferdinan de Squssure) dibedakan ada beberapa jenis tanda yaitu: Tanda (sign), Lambang (symbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks dan ikon. Berbeda dengan lambang dan symbol tidak bersita langsung dan ilmiah. Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara ilmiah atau langsung, misalnya , kalau di mulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera kuning (entah terbuat dari kain atau kertas) maka di daerah itu atau jalan itu ada orang yang meninggal. Contoh: lampu lalu lintas itu tampaknya ada ketumpang tindihan antara istilah tanda, lambang dan sinyal, sebab ketiganya memang termasuk “tanda”.



1.2.3   Bahasa Adalah Bunyi
Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah bias kita dengar dalam kehidupan sehai-hari. Secara teknik menurut Kridalaksana (1983:23) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara.
Bahwa hakikat bahasa adalah bunyi atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa di dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya lisan; tidak punya bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem akasara.

1.2.4   Bahasa Itu Bermakna
Dari pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah lambang yang berwujud bunyi ujar, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu idea tau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Misalnya lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda): lambang ini mengacu pada konsep-konsep sejenis binatang berkaki empat yang bias dikendarai.

1.2.5   Bahasa Itu Arbiter
Kata arbiter bias diartikan sewenang-wenang, berubah-rubah, tidak tetap, mana suka: yang dimaksud dengan istilah arbiter itu adalah tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Misal: bukan (aduk) atau (akud) atau lambang lainnya tidak bisa  dijelaskan karena sifat arbiter.

1.2.6   Bahasa Itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbiter, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi kovensi, bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya, kalau misalnya binatang berkaki empat yang bisa dikendarai, yang secara arbiter dilambangkan denan bunyi (kuda), maka anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya harus mematuhi.

1.2.7   Bahasa Itu Produktif
Kata produktif adalah bentuk ejektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah banyak hasilnyaatau lebih tepat terus menerus menghasilkan. “Umpamanya”  kalau kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia /a/, /i/, /k/ dan /t/, maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa.
/i/ - /k/ - /a/ - /t/                                    /k/ - /a/ - /i/ - /t/
/k/ - /i/ - /t/ - /a/                                    /k/ - /a/ - /t/ - /i/
/k/ - /i/ - /a/ - /t/                                   

Produktif bahasa memang ada batasannya, dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue. Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidaklaziman atau belum lazim bentuk yang dihasilkan. Misalnya dalam bahasa Indonesia, bentuk mencantikan dan bentuk memperbetuli tidak berterima karena belum lazim dan tidak lazim, meski bentuk menjelekan memperbaiki berterima.

1.2.8   Bahasa Itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri  khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki bahasa lainnya, salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaktis maksudnya kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita beri tekanan maka makna kata itu tetap, yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat, misalnya dalam bahasa batak dan bahasa inggris kalau tekanan diberikan pada suku kata peratama maknanya akan berbeda dengan kalau diberikan pada suku kata ke dua.


1.2.9   Bahasa Itu Universal
Bahasa itu juga bersifat universal artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu memiliki bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Bahasa Indonesia, misalnya mempunyai 6 buah vocal dan 22 konsonan.
Buktyi lain dari keuniversalan adalaha bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata frase, kalusa, kalimat dan wacana.

1.2.10    Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatandan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu. Sebagai mahkluk hidup yang berbudaya dan bermasyarakat, karena keterikatan bahasa itu dengan manusia. Sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis, karena itulah bahasa juga disebut dinamis. Perubahan yang paling jelas dan paling banyak terjadi, adalah pada bidang leksikon dan semantic. Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan perluasan melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan masyarakat bahasa yang bersangkutan.

1.2.11    Bahasa Itu Bervariasi
Mengenai variasi bahasa ini ada 3 istilah yang perlu diketahui, yaitu ideolek, dralek, dan ragam. Ideolek adalah variasi yang bersifat perseorangan, misalnya Hamka, Sultan Takdir Alisyahbana.
Diolek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Misalnya: kita di Indonesia mengenal adanya bahasa jawa dialek Banyumas. Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu.

1.2.12    Bahasa Itu Manusiawi
Dari penelitian para pakar terhadap alat komunikasi binatang bisa disimpulkan bahwa satuan-satuan yang dimiliki binatang tidak dapat menyampaikan konsep baru atau ide baru dengan alat komunikasinya itu, selain secara alamiah telah dimiliki, yang pada umumnya hanya berkisar pada kebutuhan hidup dan biologisnya.
Sebetulnya yang membuat alat komunikasi manusia itu adalah bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja dan statis, tidak dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi binatang itu, melainkan pada perbedaan besar hakikat manusia dan hakikat binatang.
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan dapat digunakan oleh manusia, dalam arti hanya digunakan untuk keperluan hidup “kebinatangannya” itu saja.

1.3    Bahasa dan Faktor Luar Biasa
Objek kajian linguistic mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri sedangkan kajian linguistic mikro adalah bahasa dalam hubungannya dengan factor-faktor di luar bahasa. Factor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa.

1.3.1   Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyak relative), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah, setempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan social yang sama, karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa yang sama” maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit.
Secara linguistic bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak sekali persamaan, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa Indonesia, dan sebaliknya seperti keadaan di Indonesia yang selain ada bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia ada pula bahasa-bahasa daerah.

1.3.2   Variasi dan Status Sosial Bahasa
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama variasi batas tinggi (bisa disingkat variasi bahasa “T”) dan yang lain variasi bahasa rendah (bisa disingkat “R”). variasi bahasa T digunakan dalam situasi resmi seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan dan lain-lain, bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak formal seperti di rumah, di warung, di jalan, dan lain-lain.
Variasi bahasa yunani T disebut katherevusa dan variasi Yunani R disebut dhimotiki. Variasi bahasa arab T disebut al-fusha dan variasi bahasa R Arab adalah ad-darij.
Contoh bahasa Yunani
Ragam T
Ragam R

Ikos
Idhot
Ala
Spiti
Nero
Ma
: Rumah
: Air
: Tetapi

1.3.3   Penggunaan Bahasa
Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik menagatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus diperhatikan delapan unsur yang diakrobinkan menjadi Speaking.
Kedelapan unsure yang oleh Del Hymes diaronimkan menjadi speaking itu dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau topiknya apa situasinya, bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa, (lisan atau tulisan) dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.

1.3.4   Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka artinya para nggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat.akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Indonesia adalah Negara yang multilingual dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya) dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi, integrasi, alih kode (code-switch-ing) dan campur kode (code-mixing). Keempat peristiwa itu gejalanya sama yaitu adanya unsur bahasa lain dalam bahasa yang digunakan.
Kalau dibandingkan peristiwa campur kode dengan peristiwa interferensi yang sudah dibicarakan di atas, memang tampak sama terutama interferensi pada tingkat leksikon, oleh karena itu kedua peristiwa itu ada yang menganggapnya sama, namun kalau diteliti ada bedanya misalnya: karena ingin santai atau karena bahasa yang digunakan tidak memiliki ungkapan atau konsep yang akan dikemukakanya.

1.3.5   Bahasa dan Budaya
Objek kajian linguistic makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya atau kebudayaan dalam sejarah linguistik  ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar yaitu Edwar Sapir dan Nenjamin Lee Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf)  yang menyatakan bahwabahasa mempengaruhi kebudayaan.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayaan ini, maka ada pakar yang menyamakan hubungan keduanya sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak dapat dipisahkan.


1.4    Klasifikasi Bahasa
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang adapada setiap bahasa menurut Green Berg (1951:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitter, ekshaustik dan unik. Nonarbitter adalah bahwa criteria klasifikasi tidak boleh semuanya, hanya ada harus kriteria, maka hasilnya akan ekshaustik artinya setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya; semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok.
Pendekatan untuk membuat klasifikasi tidak hanya satu,tetapi banyak. Yang penting, dan bisa disebut disis adalah 1. Pendekatan genetis. 2. Pendekatan tipologis. 3. Pendekatan areal. 4. Pendekatan sosiolingguistik.

1.4.1   Klasifikasi Genetis
Klasifikasi Genetis disebut juga geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu. Artinya suatu bahasa berasal atau diturunan dari bahasa yang lebih tua. Seperti batang pohon yang terbaik.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaituatas kesamaan bentuk (bunyi) atau makna yang dikandung bhasa-bahas memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Yang dilakukan dalam liguistik historis komparatif yaitu adanya korespondensi bnetuk (bunyi) dan makna. Klasifikasi genetis ini, karena hanyak menggunakan satu kriteria, yaitu garis keturunan atau dasar sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya menjadi nonarbitrer.   

1.4.2   Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa.
Klasifikasi pada tatanan morfologi yang telah dilakukan pada abad secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok :
1.        Yang semata-mata mengunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. Dia membagibahasa-bahasa di dunia ini pada tahun 1808 menjadi dua kelompok.
a.         Kelompok bahasa berafiks
b.         Kelompok bahasa berfleksi
Dan pembagian itu juga diperluas oleh kakaknya August Van schlegel pada tahun 1818 menjadi :
a.         Bahasa tanpa struktur gramatikal (seperti bahasa cina)
b.         Bahasa berafiks (seperti bahasa Turki)
c.         Bahasa-bahasa berflesi (seperti bahasa sanskerta dan bahas latin)
2.        Yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi pakar antara lain H steinthal yang membagi bahsa-bahasa didunia atas :
a.         bahasa-bahasa yang berbentuk yang terdapat relaksi antar kata
b.         bahsa-bahasa yang tidak terbentuk

1.4.3   Pendekatan areal
Klasifikasi areal di lakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antar bahasa yang satu dengan yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetika atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa-bahasa itu memberi pengaruh timbale balik dalam hal – hal tertentu yang terbatas.
Usaha klasifikasi berdasarkan areal ini pernahdilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868-1954) dengan bukunya Die Sprachfamillen and Sprachenkreiseder ende, yang lampiridengan peta.

1.4.4   Klasifikasi sosiolingguistik.
Pendekatan sosiolingguistik dilakukan berdasarkan hubungan antar bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat,tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolingguistik ini pernah dilakukan oleh William A Stuart tahun 1962 yang dapat kit abaca dalam artikelnya “An Outline of linguistic typology for Describing Multilingualism” klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu historisitas, standardinasi, vitalitas dan homogenesitas.

1.5    Bahasa Tulisan dan Sistem aksara.
Bahas tulisan bukan bahasa lisan yang ditulis seperti yang terjadi dengan kalau kita merekam bahasa lisan itu kedalam pita rekaman. Bahasa tulisan sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan pemikiran, sebab kalau tidak hati-hati, tanpa pertimbangan dan pemikiran,peluang bentuk terjadinya ksalahan maka kesalahan pahaman dalam bahasa tulisan sangat besar. Bila terjadinya kesalahan, maka kesalahan itu tidaka bisa secara langsung diperbaiki. Berbeda dengan bahasa lisan, didalam bahasa lisan setiap kesalahan bisa segera diperbaiki.
Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar-gambaryang terdapat di gua-gua di Altamira di spanyol utara, dandi sebut pikto. Misalnya untuk menuliskan kalimat I have a house in a town. (bahasa jermanya Ich habe ein Haus inder Standt. Aksara silabismesir ini mempengaruhi system tulisan bangsa-bangsalain termasuk bangsa Fenesia, yang hidup di pantai timur laut tengah. Aksara Fenesia ini terdiri dari 22 buah suku kata.
Orang Yunani mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis yaitu dengan menggambar setiap konsonan atau vokal dengan satu huruf. Jauh sebelum tulisan romawi atau latin itu tibadi Indonesia, berbagai bahasa di Indonesia telah mengenal aksara, seperti yang dikenal dalam bahasajawa, bahasa sunda bahasa bugis, bahasa makasar. Aksara –akasara itu diturunkan dari aksara Pallawa (yang diguakan di India elatan pada abad 10 masehi) yang tersebar di Indonesia bersama dengan penyebaran agama Hindu dan agama buhda.
Datangnya agama Islam di Indonesia menyebabkan tersebutkan pula aksara arab. Aksara arab ini dengan barbagai modifikasi digunakan dalam bahasa melayu, bahasa jawadan beberapa bahasa daerah lainnya. Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis dan tulisan kita menemukan istilah-istilah huruf, abjad,alphabet, aksara, graf, grafem, alograf, dan juga kaligrafi dan grafiti.




BAB III
TATARAN LIGUITIK (1)
FONOLOGI

Kalau kita dengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, makaakan kita dengar runtuhan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang – kadang terdengar suara menaik dan menurun,kadang-kadang terdengar hentian sejenakatau hentian agak lama. Kadang – kadang terdengar tekanan kerasatau lembut, dan kadang – kadang terdengar pula suara pemanjangan dan suara biasa.
Silabel merupakan satuan runtuhan bunyi yang di tandai dengan satusatuan bunyi yang paling nyaring, yang dapat disertai atau tidak olehsebuah bunyi lain didepannya, di belakangnya, atau sekaligus didepannya atau dibelakangnya. Bidang liguistik yang mempelajari menganalisis dan membicarakan runtuhan bunyi – bunyi bahasaini disebut Fonologi yang secara etimologi terbentuk dari kata Fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu.
Menurut hirark isatuan bunyi yang menjadi objek studinya, Fonologi dibedakan menjadi Fonetik dan fonemik.

1.1.   Fonetik
Fonetik adalah bidang liguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apkah bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik artikulasi, disebut juga mekanisme alat-alat bicara manusia  bekerja dalam mengasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi itu diklasifikasi. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam.
Fonetik auditoris mempelajari bagaimanamekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita, yang paling berurusan dengan dunia liguistik adalah fonetik arikularitoris, sebab fonetik ini lah yang berkenen dengan masalah bagaiman bunyi –bunyi bahasa itu dihasilkan atau di ucapkan manusia.



1.1.1.      Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal yang pertama yang harus di bicarakan adalah alat ucap manusia untuk mengahasilkan bunyi bahasa sebetulnya alat yang digunakan untuk menhasilkan bunyi bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifatbiologis. Misalnya paru – paru untuk bernafas, lidah untuk mengeap da gigi untukmengunyah.
Sesuai dengan bunyi bahasaitu di hasilkan maka arus digabungkan istilahdari dua nama alat ucap itu.misalkan bunyi apikondealyaitu gabungan antara ujung lidadengan gigi atas, labiodentals yaitu gabunganantara ujunng bibir bawah dengan gigi atas, laminopalatal yaitu gabungan antar daun lidah dengan langit – langit keras.  

1.1.2.      Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulaidengan proses pemompaanudara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan kepangkaltenggorokan yang di dalamnya terdapat pia suara. Dalam proses artikulasi ini biasanya terlibat dua macama rtikulator yaitu articulator aktif dan  artikulator pasif. Yang dimaksud dengan artikulator aktif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak, atau yang di dekati oleh articulator aktif. Misalnya, bibir atas, gigi atas dan langit – langit keras. Contohnya : kalau arus udara di hambat pada kedua bibir, dengan cara bibiratas yang menjadi articulator pasif, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bilabial.   

1.1.3.      Tulisan Fonetik
Tulisan fonetik yang dibuat untuk keperluan studi fonetik, sesungguhnya di buat berasarkan huruf – huruf dari aksaealatin yang di tambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terhadap huruf latin itu. Hal ini perlu dilakukan karenaabjad latin itu hanya mempunyai 26 buah huruf atau grafem. Misalnya saja, abjad latin hanya mempunyai 5 buah huruf untuk melambangkan bunyi vocal yaitu a, i, e, o dan u. padahal bahasa Indonesia mempunyai 6 fonem vocal dengan sekian banyak alafonnya.
Kalau dalam tulisanfonetik, setiap bunyi, baik yang segmental maupun yang suprasegmental, dilambangkan secara akurat artinya setiap bunyi mempunyai lambang – lambang sendiri, meskipun perbedaannya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif saja, yakni membedakan makna, yang dibedakan lambangnya.

1.1.4.      Klasifikasi Bunyi
1.1.4.1.     Klasifikasi Vokal
Bunyi vocal biasanya diklasifikasikan dan diberinama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulu. Posisi lidahbisa bersifat vertical bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vocal tinggi, misalnya, bunyi /i/ dan /u/;vocal tengah, misalnya, bunyi /e/ dan /d/ dan vocal rendah misalnya,bunyi /a/. secara horizontal dibedakan adanya vocal depan, misalnya bunyi /i/ dan /e/; vocal pusat, misalnya bunyi /d/ dan vocal belakang, misalnya /u/ dan /o/.
Menurut bentuk mulut dibedakan adanya vocal bundar dan vocal tak bundar. Vocal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vocal itu, misalnya vokal /o/ dan vokal /u/, vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, misalnya /i/ dan /e/.

1.1.4.2.     Diftong atau vocal rangkap
Disebut diftong atau vocal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi ini pada bagian awalnya danbagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah /au/ seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau.
Dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun, diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi yang ke dua.


1.1.4.3.     Klasifikasi konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau criteria yaitu posisi pita suara. Tempat artikulasi dan cara artikulasi. Berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadi getaran pada pita suara itu.

1.1.5.      Unsur Suprasegmental
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenan dengan keras lembut, panjang pendek dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut suprasegmental atau prosodi.

1.1.5.1.     Tekanan atau Stres
Tekanan mengangkut masalah keras lunaknya bunyi. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadic, mungkin juga telah berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat dibedakan makna, mungkin juga tidak distingtif. Umpamanya kata blackboard diberkan tekanan pada unsure blak maka maknanya adalah papan tulis; kalau tekanan diberikan padaunsur board berarti papan hitam.

1.1.5.2.     Nada atau Pitch
Nada berkenan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Nada ini dalam bahasa-bahasa tertentu bias bersifat fonemis maupun morfemis, tetapi dalam bahasa lain mungkin tidak. Dalam bahasa-bahasa bernada atau bahasa tonal, seperti bahasa Thai dan Vietnam, nada ini bersifat morfemis, dapat membedakan makna.

1.1.5.3.     Jeda atau Persendian
Jeda arau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar disebut jeda karena adanya hentian itu, dan disebut persendian karena ditempat perhentian itulah terjadi persambungan antara segmern yang satu dengan yang lain. Misalnya:/am+bil, lam+pu, pe+lak+sa+na/.

1.1.6.      Silabel
Silabel atau suku kata itu adalah satuan ritmis terkecil  dalam suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujar. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal atau satu vokal atau satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis yang mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Misalnya: kata Indonesia /makan/, silabelnya adalah /ma/,/ka/dan /nan/.

1.2.  Fonemik
Objek penelitian fonetik adalah fon yaitu bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Objek penelitian fonemik adalah fonem adalah bunyi bahasa yang data atau fungsi membedakan makna kata. Misalnya kita meneliti bunyi-bunyi /a/ yang berbeda pada kata-kata seperti lancer, laba, dan lain-lain.

3.2.1        Identifikasi Fonem
Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berartibunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bias atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Misalnya kata Indonesia laba dan raba. Kedua kata itu mirip benar masing-masing terdiri dari empat buah bunyi, yang pertama bunyi /l/,/a/,/b/,/a/,dan kedua memnpunyai kata /r/,/a/,/b/,/a/.
Fonem dari sebuah bahasa ada yang mempunyai beban fungsional yang tinggi, tetapi adapula yang rendah yang memiliki beban fungsional yang tinggi artinya banyak ditemui pasangan minimal yang mengandung fonem tersebut.

3.2.2        Alofon
Dalam bahasa Indonesia fonem /i/ setidaknya mempunyai empat buah alofon yaitu /i/ seperti dalam kata cita, contoh lain fonem /o/ setidaknya mempunyai dua alofon yaitu bunyi /o/ seperti pada kata tokoh.
Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Kalau kita melihatnya dalam peta fonem, letaknya masih berdekatanatau saling berdekatan. Tentang distribusinya mungkin bersifat komplementer yang dimaksud dengan distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.

3.2.3        Klasifikasi Fonem
Fonem-fonem yang berupa bunyi yang dapat sebagai hasil sukmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Fonem yang berpa unsure suprasegmental atau fonem non segmental. Pada tingkat fonemik, ciri-ciri prosedi itu seperti tekanan, durasi dan nada bersifat fungsional alias dapat membedakan makna.
Dalam bahasa-bahasa tonal (baasa bernada) seperti bahasa Thai, Burma, dan bahasa Mandarin, nada dapat dibedakan maknanya. Misalnya dalam bahasa Mandarin kata yang berbunyi /wei/bila diberi nada datar (tidak naik dan tidak turun) berarti “kutu kayu”; kalau diberi nada naik berarti ‘bahaya”, kalau diberi nada turun lalau naik berarti “menjawab dengan serta merta”, dan bila diberi nada naik lalu turun berarti “takut”.
Dalam bahasa Indonesia unsur suprasegmental tanpaknya tidak bersifat fonemis maupun morfemis; namun instansi mempunyai peranan padatingkat sintaksis. Kalau criteria klasifikasi terdapat fonem sama dengan criteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon) maka penamaan fonem pun sama dengan penamaan bunyi.

3.2.4        Khazanah Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar, yang tersedikit jumlah fonemnya adaah bahasa penuduk asli di Pulau Hawaii, yaitu hanya 13 buah dan jumlah fonemnya terbanyak yaitu 15 buah adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara.
Misalnya, fonem vocal bahasa Arab di atas disebutkan ada 3 buah, taetapi ada yang menghitung fonem vocal dalam bahasa arab ada 6 buah yakni 3 fonem vokal biasanya ditambah 3 buahfonem vokal panjang.

3.2.5        Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannnya, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya, misalnya seperti sudah dibicarakan di muka, fonem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan bunyi /j/ dan kalau berada pada silabel terbuka akan berbunyi /o/.

3.2.5.1       Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Umpamnya kata Sabtu dalam bahasa Indonesia lazim diucapkan /saptu/, dimana terlibat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai akibat pengaruh bunyi /t/.
Kalau perubahan itu menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan itu disebut asimilasi fonemis, biasanya dibedakan adanya asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresifbunyi diubah itu terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya dalam bahasa Jerman, bentuk mit der frau diucapkan (mit ter frau). contohnya adalah berubahnya bunyi /p/ menjadi /b/ pada kata Belanda op de weg yang sudah disebutkan di atas.

3.2.5.2       Netralisasi dan Arkifonem
Dalam kasus pasangan /Sabtu/ dan /Saptu/ atau /lembab/ dan /lembap/, kedua bunyi itu tidak membedakan makna. Disini pembeda makna itu menjadi batal. Contoh dalam bahasa Belanda ada kata yang dieja hard “keras” dan dilafalkan /hart/. Pelafalan kedua kata yang dieja berbeda itu adalah sama. Oleh karena itu diubah dengan konsonan yang harmogen tak bersuara yakni /t/. oposisinya antara bunyi /d/ dan /t/ adalah antara bersuaa dan tak bersuara.
3.2.5.3       Umlaut, Ablaut dan Harmoni Vokal
Kata umlaut berasal dari kata Jerman, dalam studi fonologi kata ini mempunyai pengertian perubahan vokal semedian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi, misalnya dalam bahasa Belanda /a/ pada kata hand. Penyebabnya adalah bunyi /y/ yang posisinya lebih tinggi dari bunyi /a/ pada kata hand.
Ablaut adalah perubahan vocal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai pelbagai fungsi grametikal. Misalnya dalam bahasa Jerman vocal /a/ menjadi /ä/ untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis, seperti pada kata haus “rumah” menjadi houser “rumah-rumah”. Contoh penandaan kata dalam bahasa Inggris seperti sing menjadi song dan sung atau dalam bahasa belanda duiken “terjun” menjadi dook dan gedoken.

3.2.5.4       Kontraksi
Dalam percakapan yang tepat atau dapat situasi yang informal seringkali menutur menyingkat atau memperpendek ujarannya umpamanya, dalam bahasa Indonesia ungkapan tidak tahu diucapkan menjadi ndak tahu; ungkapan yang itu tadi menjadi yang tutadi.
Dalam konstraksi, peendekan itu menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri-sendiri. Misalnya shall not yang menjadi shan’t, dimana fonem /e/ dari shall diubah menjadi /a/ dalam shan’t.

3.2.5.5       Metatetis dan Epentesis
Proses metatis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suku kata lazimnya, bentuk asli dan bentuk metatesisnya sama-sama dalam bahasa tersebut sebagai variasi, contoh bentuk sapu, ada bentuk apus dan usap. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang hormogen dengan lingkungannnya, disipkan ke dalam sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia ada sampi di samping sapi; ada kampak decamping kapak.

3.2.6        Fonem dan Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus di cari pasngan minimalnya, berupa dua buah kata yang mirip, yang memilki satu bunyi yang berbeda, sedangkan yang lainnya sama.
Fonem dianggap sebagai konsep abstrak, yang didalamnya pertuturan direalisasikan oleh alofon. Misalnyaalofon /o/ dan /j/ dari fonem /o/ bahasa Indonesia di lambangkan dengan huruf yang samayaitu huruf/o/ yang paling tidak akurat adalah transkripsi ortografis yakni penulisan fonem-fonem bahasa menurut system ejaan yang berlaku pada suatu bahasa.





BAB IV
TATARAN LINGUISTIK (2)
MORFOLOGI

4.1  Morfem
Tataran bahasa tradisional tidak mengenal konsep atau istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis.

4.1.1        Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut didalam kehadiran dalam bentuk lain kalau bentuk tersebut bias hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Contoh kita ambil bentuk (kedua) dalam ujaran di atas. Ternyata (kedua) dapat kita bandingkan dengan bentuk-bentuk berikut.
Kedua
Ketiga
Keempat dan seterusnya
Ternyata semua bentuk kepada daftar di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Sekarang perhatikan bentuk ke pada daftar berikut:
Kepasar
Kekampus
Kemesjid
Kealun-alun dan sebagainya
Ternyata bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan juga mempunyai arti yang sama, yaitu menyatakan arah atau tujuan. Dalam studi morfologi satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan menyempitnya diantara kurung kurawal. Misalnya kata Indonesia “mesjid’ dilambangkan sebagai “mesjid”; kata kedua dilambangkan (ke) + (dua), atau bias juga [(ke + dua)]. Selama morfem itu morfem segmental hal iu mudah dilakukan. Bentuk jamak bahasa inggris books bias dilambangkan (book) + (s).

4.1.2        Morf dan Alomorf
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Alomorf adalah perwujudan konkret (didalam pertuturan) dari sebuah morfem. Selain itu bias juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum di ketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status fonemenanya.
Dalam buku tata bahasa baku bahasa Indonesia dipilih alomorf  meng sebagai nama morfem itu, dengan alas an alomorf meng-paling banyak distribusinya. Namun dalam studi linguistic lebih umum disebut morfem men-(dibaca me-nasal;n besar melambangkan nasal).dalam bahasa inggris morfem jamak yang teratur mempunyai alomorf.
-          /s/ seperti pada kata cats /ke/es/, books /buks/ dan tacks /te/ks/
-          /z/ seperti pada kata dogs /dogz/, cows /kauz/ dan hens /henz/
Partikel (al) dalam bahasa arab mempunyai dua bentuk alomorf,             yaitu :
a.       Yang tetap berbentuk (al0 seperti al-hilal, al-quran, al-insan, dan al-furqon
b.      Yang berubah atau beramilasi dengan bentuk fonem awal bentuk dasarnya seperti; arrahman, at-taqwa, an-nisa dan asy-syamsu.

4.1.3        Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikaikan berdasarkan beberapa criteria. Antara lain berdasarkan kebebasanya, keutuhannya, maknanya dan sebagainya.

4.1.3.1  Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Pertama-tama orang membedakan adanya morfem bebas dan dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Begitu juga dengan korfem penanda jamak dalam bahasa inggris. Misalnya menjadi ayahmulah yang akan datang. Proklitika adalah klitika yang berposisi dimuka kata yang diikuti, seperti ku dan kau, enklitika adalah klitika yang berposisi dibelakang kata seperti: lah-nya dan ku.

4.1.3.2  Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimilki morfem tersebut. Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan pada 4.1.3.1 adalah termasuk morfem utuh, seperti (meja), (kursi), (laut) dan (pensil), morfem terikat seperti (ter), (ber), (henti) dan (juang). Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yatu (satu) dan satu morfem terbagi yakni (ke-/-an); kata perbuatan terdiri dari satu fonem utuh, yaitu (buat) dan satu morfem terbagi yaitu (per-an).

4.1.3.3  Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem (lihat), (lah), (sika) dan (bar). Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan nada, durasi, dan sebagainya, misalnya dalam bahasa ngbaka, dikongo (tense) yang berupa nada.

4.1.3.4  Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistic deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa ), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya, tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental melainkan berupa kekosongan. Pada data yang kedua kita lihat kata lampau untuk call adalah called  tetapi kata lampau untuk hit adalah hit juga. Jadi, bisa dideskripsikan bentuk lampau untuk call adalah morfem (call) + (ed) dan bentuk kata lampau untuk hit adalah morfem (hit) + (. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa dalam bahasa inggris ada alomorf zero untuk morfem penanda kala lampau. Untuk kekonsistenan deskriptif  para linguistic memerlukan konsep zero itu dengan demikian, deskripsi dapat dibuat sebagai berikut:
Bentuk Tunggal
Bentuk Jamak
-       Book
-       Sheep
-       Book + s
-       Sheep + s
Pada kasus foot menjadi feet dan child menjadi children ada perubahan bentuk bukan adanya penambahan atau tidak ada penambahan.

4.1.3.5  Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Pembedaan lain yang bias dilakukan orang adalah dikatomi adanya morfem bermakna leksikal . morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara intern telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain, misalnya dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari) dan (merah) adalah morfem bermakna leksikal.
Morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti (ber), (me) dan (ter). Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem dalam gramatikal  berkategori sebagai proposisi dan konjungsi.

4.1.4        Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem) dan Akar (Root)
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar (base) saja), pangkal (stem) dan akar (root) adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam kajian morfologi. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Bentuk-bentuk seperti (juang), (kucing) dan sifat adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem terikat seperti (juang), (henti) dan (kucing), tetapi ada juga yang termasuk morfem bebas seperti (beli, 9lari) dan (kucing) sedangkan morfem afiks, seperti (ber), (ter) dan (kan) jelas semuanya termasuk morfem terikat.
Dasar (base) dalam suatu proses morfologi, artinya bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa di ulang dalam dalam suatu proses komposisi, umpamanya dalam kata berbicara yang terdiri dari morfem ber bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubukan afiks inflektis, contoh pada kata untouchables pangkalnya adalah untouchable.
Akar (root) digunakan untuk menyebutkan bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi, artinya akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks inflensional maupun afiks derivasionalnya di tinggalkan, misalnya kata inggris untouchables akarnya adalah touch. Ada 3 macam morfem dasar bahasa Indonesia.
a.       Morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga dapat langsung digunakan dalam ujaran misalnya, morfem (meja), (kursi), (pergi) dan (kuning).
b.      Morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan , yang termasuk ini adalah sejumlah morfem berakar verbal, yang dalam kalimat imperatif  atau kalimat sisipan, tidak perlu diberi imbuhan, dan dalam kalimat dekleratif imbuhannya dapat ditinggalkan.
c.       Morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapatkan proses morfologi, misalnya morfem-morfem (juang), (henti), (gaul), (abai).

4.2  Kata
Yang ada dalam tata abahasa tradisional sebagai satuan lingual yang selalu dibicarakan adalah satuan yang disebut kata.

4.2.1        Hakiakat Kata
Istilah kata sering kita dengar dan sering kita gunakan, para tata bahasawan tradisional biasanya member pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. ‘kata-kata dalam bahasa arab biasanya terdiri dari tiga huruf. Kata adalah satauan bebas terkecil (a minimal free from) tidak pernah diulas atau dikomentarin, seolah-olah batasan itu sudah bersifat final. Dalam analisis bahasa, mereka melihat hirarki bahasa adalah sebagai fonem, morfem dan kalimat, berbeda dengan tata bahasa tradisional yang melihat hirarki bahasa sebagai fonem, kata dan kalimat. Batasan tersebut menyiratkan dua hal :
1.      Bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau di selangkan oleh fonem lain, misalnya, kata sikat, urutan fonemnyaadalah /s/, /i/, /k/, /a/ dan /t/.
2.      Setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau tempatnya dapoat diisi atau digantikan oleh kata lain atau juga dapat dipisahkan dari kata lainnya.
Berkenaan dengan otonomi kata untuk dapat berubahn/ berpindah tempat dalam kalimat ada pakara yang menyarankan (Van Wick: 1968) supaya diadakan derajat ke otonomian secara morfologis, misalnya kata itu pada komik itu atau kau pada kau ambil dan di pada di kamar, memang tidak dapat dipisahkan atau dibalikan. Perbedaan bentuknya adalah sesuai dengan kedudukan bentuk-bentuk tersebut didalam jenis kalimat yang berbeda; mengajar untuk kalimat aktif-stransitif, diajar untuk kalimat pasif, terpelaku orang ketiga, kau ajar untuk kalimat pasif berpelaku orang kedua; terajar untuk kalimat pasif yang menyatakan selesai; dan ajarlah untuk kalimat imperatif.

4.2.2        Klasifikasi Kata
Klasifikasi kata adalah penggolongan kata, atau menjeniskan kata; dalam peristilahan inggris disebut juga part of speech. Criteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verbal nomina dan ejektiva. Criteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverb, pronominal dan lain-lainnya. Verba adalah kata-kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang bertugas atau berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, atau bagian kalimat yang satu dengan yang lain, kata-kata seperti buku, pensil, dan nenek adalah termasuk nomina, sebab dapat berdistribusi  dibelakang kata bukan itu. Misalnya kalau dapat berdistribusi dengan kata sangat menjadi cirri ejektifa, maka kata-kata seperti berhasil, memalukan, menolong, pemalu juga termasuk kelas ejektiva, sebab keempat itu pun dapat berdistribusi dengan kata sangat.
Fungsi subjek diisi oleh kelas nomina, fungsi predikat diisi oleh verba atau ojektiva, fungsi ojek oleh kelas nomina; fungsi keterangan oleh adverbial, seperti berenang itu menyehatkan sudah muncul berbagai tafsiran mengenai kelas kata berenang. Jadi kata berenang itu sendiri tetap verba; yang nomina adalah kegiatan atau perbuatan yang dalam kalimat tersebut tidak diungkapkan. Klasifikasi atau pengelompokan kata itu memang perlu, sebab besar manfaatnya, baik secara teoritis dalam studi semantic, maupun secara praktis dalam berlatih keterampilan berbahasa.

4.2.3        Pembentuk kata
Setiap dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk terlebih dahulu menjadi sebuah kata gramitikal, baik melalui proses afiksasi, reduplikasi, komposisi; umpamanya untuk konstruksi kalimat nenek……..komik itu di kamar hanya bentuk kata berprefiks me-yang dapat digunakan menjadi predikat dalam kalimat itu. Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat yaitu (1) bentuk kata-kata yang bersifat inflektif dan (2) yang bersifat derivatif.




4.2.3.1  Inflektif
Kata-kata dalam bahasa inflektif, seperti bahasa arab, bahasa latin dan bahasa sanskerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus sesuai dulu bentuk dengan kategori-kategori gramitikal yang berlaku dalam bahasa itu
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut kongugasi dan perubahan atau penyesuain pada nomina dan ejektiva disebut deklinasi. Verba bentuk infintif bahasa latin amore “mencintai”untuk persona pertama tunggal, modus indikatif aktif. Hanya bentuknya saja yang berbeda, yang disesuaikan dengan kategori grametikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional disebut paradigm infleksional.

4.2.3.2  Derivatif
Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, umpamanya dari kata inggris sing “menyanyi” terbentuk kata singer “penyanyi”, dari kata write “menulis” terbentuk kata writer “penulis” dan dari kata hunt “memburu” terbentuk kata hunter “pemburu”. Antara kata sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga tidak sama, sing berkelas verba, sedangkan singer berkelas nomina.
Contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya dari kata air yang berkelasnomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas nomina. Berbeda identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelas sama, seperti kata makanan dan pemakan, sama-sama berkelas nomina, tetapi maknanya tidak sama.

4.3  Proses Morfemis
Pembicaraan tentang infleksi dan darivasi sudah dibicarakan, sebagian kecil dari proses morfemis, atau proses morfologis, dan juga proses gramitikal, khususnya pembentukan kata dengan afiks. Berikut ini akan dibicarakan proses-proses marfis yang berkenan dengan afiksasi, reduplikasi, konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intem.
4.3.1        Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afikasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya: meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa Indonesia. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa fonem terikat, nyang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dibedakan ada 2 jenis afiks, yaitu: afiks inflentif dan afiks derivative.
Afiks inflentif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflentif atau paradigma. Misalanya sufiks-s pada kata books sebagai penanda jamak. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefix me-yang inflektif dan perfek me- membentuk kata baru, yaitu membentuk kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya terdapat pada kata membengkak yang berkelas verba dari dasar ojektifa. Prefix adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur, un- kata inggris unhappy. Prefix dapat muncul sama dengan surfiks atau afiks lain. Misalnya prefix ber- bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan.
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan ditengah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, misalnya infiks-el- pada kata telunjuk dan-er- pada kata seruling; pada bahasa sunda –ar- pada kata berudak  dan terahu. Sufiks adalah afiks yang imbuhannnya pada posisi akhir bentuk dasar. Umpamanya dalam bentuk bahasa Indonesia. Sufiks –an pada kata bagian dan sufiks –kan pada kata bagikan. Konfiks adalah afiks yang merupa morfem terbagi, yang bagian pertama pada awal bentuk dasar, dan pada bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar, kedua bagian dari afiks itu dianggap satu kesatuan dan pengimbuhan yang dilakukan sekaligus. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-/-an seperti terdapat pada kata pertemuan, konfiks ke-/-an, seperti pada kata keterangan dan konfiks ber-/-an seperti terdapat pada kata berciuman.
Ada yang menggunakan istilah sirkumfiks untuk menyembut gabungan afiks yang bukan konfiks, seperti ber-/-an pada kata beraturan yang memilki makna ‘mempunyai aturan”. Interfiks adalah sejenis  infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur, contoh:
Unsur 1
Unsur 2
Gabungan
Makna
Tag
Jahr
Stern
Reise
Zeit
Banner
Tag.e.reise
Jahr.es.zeit
Stern.en.banner
Aday’s journey
Year time
Stars end stripes
Transfik adalah afiks yang berwujud vocal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Dalam bahasa ini dasar biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya tiga konsonan, seperti k-t-b ‘tulis” dan d-r-s “belajar”, contoh:
-          Katab       ‘dia laki-laki menulis’
-          Jiktib        ‘ dia laki-laki akan menulis’
-          Maktu:b   ‘ sudah ditulis’
-          Maktaba ‘ took buku’
-          Maka:tib ‘ took-toko buku’
-          Kita:b      ‘ buku’
-          Ka:tib      ‘ penullis’
Karena hasila proses afiksasi itu adalah sebuah verba, maka verba menggergaji disebut verba denominal. Proses besar menjadi membesar adalah proses objektifal, maka hasilnya dapat disebut verba deajektifal, proses penurunan pembinaan dari verba membina disebut proses deverbal; maka hasilnya nomina pembinaan disebut nomina deverbal.

4.3.2        Reduplikasi
Redupsi adalah proses morfosis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (persial), maupun dengan perubahan bunyi: seperti lelaki (dari dasar laki), dan juga reduplikasi dengan perubahan bunyi. Dalam liguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa jawa  dan bahasa sunda. Istilah-istilah itu adalah:
1.      Dwilingga yakni pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki
2.      Dwilingga salin suara yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya seperti bolak-balik, lenggak-lenggok, mondar-mandir.
3.      Dwipurwa yakni pengulangan silabel pertama seperti lelaki, peparu dan pepatah.
4.      dwiwasana yakni pengulangan pada akhir kata seperti cengengesah ‘selalu tertawa’yang terbentuk dari cenges ‘tertawa.
5.      Trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag; dig – dug, cas – cis – cus.
Proses reduplikasi banyak terdapat dalam pelbagai bahasa di seluruh dunia, sebagai contoh diberikan dalam bahasa kepulauan marshall (daerah pasifik) ada kata takin ‘kauskaki’ direduplikasikan menjadi takinkin (infleksional)dan dapat pula bersifat derivasional. misalnya meja-meja, berarti banyak meja ‘kecil-kecil yang bersifat berbeda dengan bentuk dasarnya, misalnya laba-laba dari dasar laba dan pura-pura dari dasar pura.

4.3.3        Komposisi.
komposisi adalah hasil dari prose penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah dan berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan makna yang berbeda-beda.
Suatu komposisi disebut kata majemuk kalau unsur-unsurnya tidak dapat dipertukarkan tewmpatnya. umpamanya, bentuk adik mandi bukan kata majemuk, karena antara unsur adik dan unsur mandi dapat disipkan kata lain, misalnya adik sedang mandi. ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal kompoisisi itu sudah berubah dari identitasleksikal unsur-unsurnya. umpamanya bentuk lalu lintas yang juga berkategori verba. komposisi lalu lintas itu tidak berkategori veba, melainkan berkategori nomina, seperti dalam kalimat lalu lintas di Jakarta sekarang sangat padat.

4.3.4        Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplaei
konversi sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan tansposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan  unsur segmental. umpamanya kata drink dalam bahasa inggris adalah nomina seperti dalam kalimat have a drink tetapi dapat diubah menjadi sebuah verba, contoh dalam bahasa Indonesia kata cangkul adalah nomina dalam kalimat ayah membeli cangkul baru; tetapi dalam kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) kedalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan), contoh diambil dari bahasa arab dengan morfem dasar berkerangka k-t-b ‘tulis’ ada jenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi berubahnya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hamper tidak tampak lagi.

4.3.5        Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuh, misalnya bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman), l (utuhnya liter), Hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan) dan SD (utuhnya sekolah Dasar).
Hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas penggalan singkatan, akronim, penggalan adalah kependekan berupa pangkalan satu atau dua suku pertamadari bentuk yang dipendekan, misalnya lab atau labo dari laboratorium, dok dari bentuk utuh dokter dan perpus dari bentuk utuh perpustakaan. Akronim adalah hasil pemendekan berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya Abri (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Produktifitasnya proses pemendekan ini adalah karena keinginan untuk menghemat tempat (tulisan) dan tentu juga ucapan, contoh UK (United Kingdom), UNO (United Nation Organisastin).
Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik, misalnya bahasa Indonesia tidak mempunyai hospital, yang dimiliki adalah rumah sakit.

4.3.6        Poduktifitas Proses Morfemis
Produktifitas proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang secara relatif tak terbatas artinya; ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut, misalnya kata inggris steet hanya mempunyai dua alternant, yaitu street dan jamaknya yaitu streets. proses derivasi bersifat terbuka, artinya penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses tersebut. Umpamanya bagi mereka yang belum pernah mendengar atau membaca kata kegramatikalan atau kemenarikan akan segera mengerti kedua kata baru itu karena mereka sudah tahu juga fungsinya penominalan konfiks ke-/-an dalam bahasa Indonesia. Proses derevasi adalah produksi.
Bentuk-bentuk yang menurut kaedah gramatikal di mungkinkan keberadaannya, tetapi ternyata tidak pernah ada seperti mencantikan dan memisau, diatas, disebut bentuk yang potensial yang pada suatu saat kelak dapat muncul. Bentuk yang nyata ada, seperti bentuk menjelekan dan bersepeda disebut bentuk aktual.

4.4  Morfofonemik
Morfonemik, morfofonologi atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Umpamanya dalam proses afiksasi bahasa Indonesia dengan prefix me-akan terlihat bahwa prefix me-itu akan berubah menjadi mem-, men-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut aturan-aturan fonologi tertentu.

Perubahan fonem dalam proses merfofonemi ini dapat berwujud, (1) Pemunculan fonem, (2) pelepasan fonem, (3) peluluhan fonem, (4) perubahan fonem, (5) pergeseran fonem.
Pemunculan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefix me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi membaca; dimana terlihat muncul konsonan sengau /m/. pelepasan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbimbuhan akhiran wan pada kata sejarah dimana fonem /h/ pada kata sejarah itu menjadi hilang. Perhatikan:

Sejarah + wan sejarahwan

Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefix me- pada kata sikat dimana fonem /s/  pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dari prefix tersebut. Perhatikan; me- + sikat menyikat.
Proses perubahan fonem dapat kita lihat pada proses pengimbuhan prefix ber- pada kata ajar dimana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/. perhatikan; ber + ajar belajar.
Proses pergeseran fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain. Bias kita lihat dalam proses pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab dimana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/. Perhatikan; ja. Wab + -an ja. wa. ban.



BAB V
TATARAN LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

1.1.       Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k). Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya, dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya, konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x 60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut. Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam

Bentuk kata sangat penting karena didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting. Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga, yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan. Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.

1.2.       Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili (Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.

1.3.       Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat berada diatas sataun kata.
5.3.1        Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase; konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor, contoh:
-          Nenek saya (siapa yang duduk disana itu?)

Kata mejaemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.

5.3.2        Jenis Frase
Farese dibedakan adanya frase (1) ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator  (4) apositif

5.3.2.1  Frase Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina.

5.3.2.2  Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-          Nenek sedang membaca komik di kamar

Frase endosentrik lazim disebut proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Cohntoh





 






Frase nominal adalah frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah, kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral, misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.

5.3.2.3  Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik …….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.

5.3.2.4  Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya seperti pada kalimat (2).
(1)   Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
(2)   Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali

5.3.3        Perluasan Frase
Salah satu cirri frase adalah frase itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-          Kakak saya meninggal aminggu lalu
-          Kakak saya yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu

1.4.       Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.

5.4.1   Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2   Jenis Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.       Klausa transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.      Klausa intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.       Klausa relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.      Klausa resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya bersalaman.

Klausal nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5.       Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita sebut kalimat.

5.5.1   Pengertian Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.       Nenek membaca komik
b.      Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)

5.5.2   Jenis Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.

5.5.2.1       Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.       FN + FV                       : nenek dating
b.      FN ++ FV + FN           : nenek membaca komik
c.       FN + FV + FN + FN    : nenek membacakan kakek komik
d.      FN + FA                       : nenek dokter
e.       FN + FA                       : nenek cantik
f.       FN + FNUM                : uangnya dua juta
g.      FN + FP                        : uangnya di dompet


Keterangan:
a.       FN           : frase nominal
FV           : Frase verba
FA           : Frase ojektival
FNum      : Frase numeral
FB           : Frase preposisi
b.      FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Dapat dikatakan kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;


 



5.5.2.2       Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama, yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat. Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.

5.5.2.3       Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’ (sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).

5.5.2.4       Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek kalau verba tersebut bersifat  monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek. Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan. Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.

5.5.2.5       Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.

5.5.3   Intonasi Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi; melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan, tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif, contoh
-          Apa rumah sekarang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

-          Apa rum/ah sekar/ang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan

5.5.4   Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1       Modus
Modus adalah pengungkapan atau gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.       Modus indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau netral.
b.      Modus optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.       Modus imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare! ‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum ‘cintailah dia’.
d.      Modus interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.       Modus obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.       Modus desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.      Modus kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan

5.5.4.2       Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.       Aspek kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.      Aspek inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia pun berjalanlah.
c.       Aspek progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.      Aspek repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.       Aspek perpektif yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.       Aspek imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.      Aspek sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir

5.5.4.3       Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya. Contoh bahasa jepang.


Kala kini
Kala Lampau
Makna
Arukimasu
Ikimasu
Arukimasita
ikimasita
Berjalan
Pergi
Kala lampau verba digunakan sufiks –ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-          Nita worked there yesterday
-          Dika is working there

5.5.4.4       Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara, contoh:
-          Barangkali dia tidak akan hadir
-          Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.       Modalitas internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin menunaikan ibadah haji.
b.      Modalitas epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan, contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.       Modalitas deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh; anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.      Modalitas dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan hal itu kalau diberi kesempatan.

5.5.4.5       Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat  yang menjadi fokus atau menempati fungsi subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan dengan cara:
a.       Memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.      Mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan
c.       Cara memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang difokuskan
d.      Mengontraskan dua bagian kalimat
e.       Menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

5.5.4.6       Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.       Diathesis aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat contoh; mereka merampas uang kami.
b.      Diatesis pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.       Diatesis refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri. Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.      Diatesis resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas. Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.       Diatesis kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek menghitamkan rambutnya.

1.6.       Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik.

5.6.1        Pengertian Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian wacana dilakukan dengan pengulangan kata.

5.6.2        Alat Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.       Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan paragraf  dengan paragraf. Contoh Raja sakit dan permaisuri meninggal.
b.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.       Menggunakan elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain, contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.      Menggunakan hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya: kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.      Menggunakan hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.      Menggunakan hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak ketemu nasi.
4.      Menggunakan hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.      Menggunakan hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.      Menggunakan hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.

5.6.3        Jenis Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.

5.6.4        Subsatuan Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.

1.7.       Catatan Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya. Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks mengikutsertakan.
BAB V
TATARAN LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

1.1.       Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k). Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya, dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya, konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x 60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut. Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam

Bentuk kata sangat penting karena didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting. Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga, yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan. Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.

1.2.       Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili (Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.

1.3.       Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat berada diatas sataun kata.
5.3.1        Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase; konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor, contoh:
-          Nenek saya (siapa yang duduk disana itu?)

Kata mejaemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.

5.3.2        Jenis Frase
Farese dibedakan adanya frase (1) ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator  (4) apositif

5.3.2.1  Frase Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina.

5.3.2.2  Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-          Nenek sedang membaca komik di kamar

Frase endosentrik lazim disebut proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Cohntoh





 






Frase nominal adalah frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah, kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral, misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.

5.3.2.3  Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik …….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.

5.3.2.4  Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya seperti pada kalimat (2).
(1)   Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
(2)   Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali

5.3.3        Perluasan Frase
Salah satu cirri frase adalah frase itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-          Kakak saya meninggal aminggu lalu
-          Kakak saya yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu

1.4.       Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.

5.4.1   Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2   Jenis Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.       Klausa transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.      Klausa intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.       Klausa relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.      Klausa resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya bersalaman.

Klausal nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5.       Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita sebut kalimat.

5.5.1   Pengertian Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.       Nenek membaca komik
b.      Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)

5.5.2   Jenis Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.

5.5.2.1       Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.       FN + FV                       : nenek dating
b.      FN ++ FV + FN           : nenek membaca komik
c.       FN + FV + FN + FN    : nenek membacakan kakek komik
d.      FN + FA                       : nenek dokter
e.       FN + FA                       : nenek cantik
f.       FN + FNUM                : uangnya dua juta
g.      FN + FP                        : uangnya di dompet


Keterangan:
a.       FN           : frase nominal
FV           : Frase verba
FA           : Frase ojektival
FNum      : Frase numeral
FB           : Frase preposisi
b.      FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Dapat dikatakan kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;


 



5.5.2.2       Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama, yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat. Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.

5.5.2.3       Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’ (sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).

5.5.2.4       Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek kalau verba tersebut bersifat  monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek. Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan. Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.

5.5.2.5       Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.

5.5.3   Intonasi Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi; melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan, tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif, contoh
-          Apa rumah sekarang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

-          Apa rum/ah sekar/ang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan

5.5.4   Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1       Modus
Modus adalah pengungkapan atau gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.       Modus indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau netral.
b.      Modus optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.       Modus imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare! ‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum ‘cintailah dia’.
d.      Modus interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.       Modus obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.       Modus desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.      Modus kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan

5.5.4.2       Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.       Aspek kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.      Aspek inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia pun berjalanlah.
c.       Aspek progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.      Aspek repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.       Aspek perpektif yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.       Aspek imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.      Aspek sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir

5.5.4.3       Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya. Contoh bahasa jepang.


Kala kini
Kala Lampau
Makna
Arukimasu
Ikimasu
Arukimasita
ikimasita
Berjalan
Pergi
Kala lampau verba digunakan sufiks –ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-          Nita worked there yesterday
-          Dika is working there

5.5.4.4       Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara, contoh:
-          Barangkali dia tidak akan hadir
-          Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.       Modalitas internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin menunaikan ibadah haji.
b.      Modalitas epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan, contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.       Modalitas deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh; anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.      Modalitas dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan hal itu kalau diberi kesempatan.

5.5.4.5       Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat  yang menjadi fokus atau menempati fungsi subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan dengan cara:
a.       Memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.      Mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan
c.       Cara memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang difokuskan
d.      Mengontraskan dua bagian kalimat
e.       Menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

5.5.4.6       Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.       Diathesis aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat contoh; mereka merampas uang kami.
b.      Diatesis pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.       Diatesis refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri. Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.      Diatesis resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas. Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.       Diatesis kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek menghitamkan rambutnya.

1.6.       Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik.

5.6.1        Pengertian Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian wacana dilakukan dengan pengulangan kata.

5.6.2        Alat Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.       Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan paragraf  dengan paragraf. Contoh Raja sakit dan permaisuri meninggal.
b.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.       Menggunakan elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain, contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.      Menggunakan hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya: kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.      Menggunakan hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.      Menggunakan hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak ketemu nasi.
4.      Menggunakan hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.      Menggunakan hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.      Menggunakan hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.

5.6.3        Jenis Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.

5.6.4        Subsatuan Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.

1.7.       Catatan Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya. Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks mengikutsertakan.






BAB V
TATARAN LINGUISTIK (3)
SINTAKS
Sintaksis membicarakan kata dengan hubungannya engan kata lain, atau unsur – unsur lain sebagai suatu satuan ujar, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ atau kata tantaein yang berarti : menempatkan bersama – sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

1.1.       Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis pertama – tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek, prediket, objek dan keterangan adalah peristiwa yang berkenana dengan fungsi sintaksis. Kelompok dua, yaitu istilah nomina, verbal, ajektif dan numerallia adalah peristiwa yang berkenan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ke tiga yaitu istilah pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenan dengan peran sintaksis.
Secara umum struktursintaksis itu terdiri dari susunan subjek (s), prediket (p), Objek (o) dan keterangan (k). Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi kosong “atau “tempat-tempat kosong” yang tidak memiliki arti apa-apa karena kekosongannya. Contoh kalimat : Nenek melirik kakek tadi pagi.tempat kosong yang bernama subjek di isi oleh kata nenek yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek di isi oleh kata kakek yang berkategori nomina dan tempat kosong yang bernama keterangan di isi oelh frase tadi pagi yag berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang berupa katagori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksi. Kata nenek pada contoh diatas memiliki peran ‘aktif’, kakek memiliki peran ‘sasaran’ dan tadi pagi memiliki peran waktu. Contoh lain adalah keluarlah nenek dari kamarnya, dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki fungsi objek jadi memang ke empat fungsi tidak harus selalu ada dalam setiap struktur sintaksis.
Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa fungsi subjek harus di isi oleh katagori nomina, fungsi predikat harus di isi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh katagori nomina, dan fungsi keterangan harus selalu di isi oleh kategori adverbial. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa inggris. Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oelh, kita disebut juga urutan kata, bentuk kata dan intonasi. Dalam hal ini bias juga ditambah dengan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang dengan kata lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Umpamanya, konstruksi tiga jam memiliki makna yang sama dengan konstruksi yang mempunyai urutan jam tiga. Perbedaan itu, tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x 60 menit, sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Terutama bahasa-bahasa berfleksi seperti bahasa latin, urutan kata itu tidak penting artinya, urutan kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramitikal kalimat tersebut. Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘paul melihat maria’, meskipun urutan kata-katanya tidak sama.
Paulus vidit mariam
Paulus Marian Vidit
Mariam Vidit Paulus
Mariam Paulus Vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam

Bentuk kata sangat penting karena didalam bentuknya kata-kata itu sudah menyatakan fungsi, peran dan kategori sintaksisnya. Tanpaknya bentuk kata dalam bahasa Indonesia juga sangat penting. Umpamanya, kalau kata melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut diatas nenek melirik Kakek kita ganti dengan dilirik, sehingga kalimat itu menjadi nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu berubah. Derajat pentingnya bentuk kata bahasa Indonesia dan bahasa latin itu tidak sama. Alat sintaksis ketiga, yang didalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya sering kali menimbulkan kesalah pamahaman adalah intonasi
Alat sintaksis yang keempat adalah konektor. Konektor itu bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen lain, baik yang berada dalam kelimat maupun yang berada diluar kalimat konektor subardinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Maksudnya konstituen yang satu merupakan konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan. Konjungsi kalau, meskipun, dan karena dalam bahasa Indonesia adalah contoh konektor subordinatif kalau diundang tentu akan datang.

1.2.       Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memilki makna mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan didalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.
Kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ojektif, adverbial dan numarilia. Kata tugas adalah kata-kata yang berkategori proposisi dan konjungsi. Misalnya kata kucing dan mesjid, memilki makna ‘sejenis binatang buas’ dan ‘ tempat ibadah orang islam’untuk bahasa inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksisnya, misalnya bahasa Swahili (Afrika Timur), kita mungkin mendapatkan kesulitan untuk member perlakuan terhadap bahasa seperti yang kita perlakukan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa inggris, karena konstituen-konstituen segmentalnya terikat erat sebagai suatu kata, meskipun kita masih dapat menganalisis.

1.3.       Frase
Istilah frase digunakan sebagai satuan sintaktis yang satu tingkat berada dibawah satuan klausa atau satu tingkat berada diatas sataun kata.
5.3.1        Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan grametikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis didalam kalimat. Konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase; konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat. Hubungan kedua unsure yang membuat frase itu tidak berstruktur subjek-prediket atau struktur prediket-objek. Seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Umpamanya, kedalam kata membaca tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi ‘membaru baca’. Sebagai pemisi fungsi sintaksis frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor, contoh:
-          Nenek saya (siapa yang duduk disana itu?)

Kata mejaemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frase adalah bahwa frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaksis atau makna grametikal contoh meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata majemuk, meja saya yang berarti saya punya meja adalah sebuah frase.

5.3.2        Jenis Frase
Farese dibedakan adanya frase (1) ekosentrik (2) endosentrik (30 koordinator  (4) apositif

5.3.2.1  Frase Eksosentrik
Frase ekosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, misalnya frase di pasar, yang terdiri dari komponen did an komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya dia berdagang di pasar. Frase ekososentris dibedakan atas frase ekososentris yang nondirektif. Frase ekososentris yang direktif komponennya berupa proposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Frase eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para dan kaum, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina.

5.3.2.2  Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satunya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya, misalnya sedang membaca dalam kalimat dibawah ini :
-          Nenek sedang membaca komik di kamar

Frase endosentrik lazim disebut proses modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya. Umpamanya kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frase sedang membaca dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga makna itu menjadi perbuatan membaca itu tengah berlangsung frase endosentrik juga disebut frase ordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan sedangkan komponennya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Cohntoh





 






Frase nominal adalah frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronominal. Umpamanya, bus sekolah, kecap manis, karya besar dan guru muda. Frase verbal adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata verba; frase ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal didalam sintaksis, contoh sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan tidak akan dating. Frase ojektif adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata ojektif, contohnya sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang baik. Frase numerila adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral, misalnya tiga belas, seratus dua puluh lima dan satu setengah triliun.

5.3.2.3  Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinat, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi seperti baik …….., makin…….., makin. Contoh; sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik dan dari, oleh dan untuk rakyat. Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, disebut frase parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi, sawah lading, dan dua, tiga hari.

5.3.2.4  Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Umpamanya, frase apositif Pak Ahmad, guru saya dalam kalimat (1) dapat diubah susunannya atau urutannya seperti pada kalimat (2).
(1)   Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
(2)   Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali

5.3.3        Perluasan Frase
Salah satu cirri frase adalah frase itu dapat diperluas, maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Umpamanya frase di kamar tidur, dapat diperluas dengan memberi kompenen baru, misalnya Ayah atau belakang sehingga di kamar tidur saya, dikamar tidur ayah, di kamar tidur belakang.
Bahwa pengungkapan konsep kata, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks, seperti dalam bahasa fleksi melainkan unsure leksikal, misalnya dalam frase tidak akan hadir sekaligus ada pengungkapan konsep ingkar dengan kata tidak dan konsep kala nanti dengan kata akan.
Keperluan untuk member deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina, contoh:
-          Kakak saya meninggal aminggu lalu
-          Kakak saya yang bekerja di Jakarta meninggal minggu lalu

1.4.       Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan dibawah tataran kalimat.

5.4.1   Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kat-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain sebagai subjek, objek dan keterangan. Kalau kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat predikatif.
Bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena didalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib. Kalau kata dan frase menjadi pengisi fungsi sintaksis, maka klausa menjadi pengisi kalimat. Tempat klausa adalah didalam kalimat umpamanya; ‘nenek membaca komik sedangkan kakek membaca lupus’. Terdapat dua buah klausa yaitu klausa (a) nenek membaca komik, (b) kakek membaca lupus.
5.4.2   Jenis Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan struktur dan kategori segmental yang menjadi prediketnya. Berdasarkan struktur dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan prediket; dan mempunyai potensi kalimat mayor. Umpamanya klausa nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani dengan diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor; nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani.
Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Umpamanya tadi pagi bias menjadi jawaban kalimat Tanya, kapan nenek membaca komik?, berdasarkan kategori berdasarkan segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba; misalnya klausa nenek mandi, kakek menari, sapi itu berlari dan matahari terbit, klausa verba dibagi dua:
a.       Klausa transitif yaitu klausa predikatnya berupa verba transitif seperti nenek menulis surat, kakek membaca buku silat, dan mahasiswa mengisi teta-teki silang.
b.      Klausa intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitive seperti nenek menangis, adik melompat-lompat, paman berangakat ke Medan
c.       Klausa relatif yaitu klauasa yang predikatnya berupa verba reflektif seperti nenek sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan dia sedang bersolek.
d.      Klausa resprokol yaitu klausa yang prediketnya berupa verba resiprokol, seperti mereka bertengkar sejak kemarin; Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya bersalaman.

Klausal nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nomina, misalnya petani, dosen, linguistik dan satpam bank. Klausa ojektifal adalah klausa yang prediketnya berkategori ojektifa umpamanya ibu dosen itu cantik sekali.
1.5.       Kalimat
Pada umumnya yang dibicarakan oleh buku tata bahasa tradisional dalam bab sintaksis hanyalah satuan yang kita sebut kalimat.

5.5.1   Pengertian Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur, berisi pikiran yang lengkap, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan inotasi final, sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan, contoh kalimat yang baik,
a.       Nenek membaca komik
b.      Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya; siapa yang duduk disana?)

5.5.2   Jenis Kalimat
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai criteria atau sudut pandang.

5.5.2.1       Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat dekleratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kita dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.       FN + FV                       : nenek dating
b.      FN ++ FV + FN           : nenek membaca komik
c.       FN + FV + FN + FN    : nenek membacakan kakek komik
d.      FN + FA                       : nenek dokter
e.       FN + FA                       : nenek cantik
f.       FN + FNUM                : uangnya dua juta
g.      FN + FP                        : uangnya di dompet


Keterangan:
a.       FN           : frase nominal
FV           : Frase verba
FA           : Frase ojektival
FNum      : Frase numeral
FB           : Frase preposisi
b.      FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi sebuah kata verba, FA dapat diisi oleh sebuah kata ojektifal, dan FNum dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Dapat dikatakan kalimat inti+proses transformasi = kalimat non-inti. Dibagankan menjadi;


 



5.5.2.2       Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada didalam kalimat, kalau klausanya satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat tunggal. Contoh kalimat tunggal; burung-burung itu bernyanyi sepanjang hari. Klausa didalam sebuah kalimat lebih dari satu, maka kalimat tersebut adalah kalimat majemuk. Kalimat koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama, yang setaraatau yang sederajat, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Contoh kalimat majemuk koordinatif; nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausanya tidak setara atau sederajat. Seperti kalau, ketika, meskipun dank arena. Contoh kalimat majemuk subordinatif; nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.

5.5.2.3       Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakaukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat. Contoh kalimat mayor. Kakeknya petani kaya disana. Klausa yang tidak lengkap disebut kalimat minor. Contoh kalimat minor ‘sedang makan’ (sebagai jawaban dari kalimat Tanya; nenek sedang apa?).

5.5.2.4       Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal. Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata selain klausa verbal. Kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif yaitu verba yang diikuti oleh sebuah subjek kalau verba tersebut bersifat  monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa verba bitransitif, misalnya; yang monotransitif adalah dia menendang bola dan bitransitif adalah Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa jepang.
Kalimat intransitive adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitive yaitu verba yang tidak memiliki objek. Umpamanya, kalimat intransitif verba menari, berlari dan dating. Contoh kalimat intransitif; kakek berlari ke kamar mandi. Kalimat aktif adalah kalimat yang kata kerjanya aktif. Verba aktif ditandai dengan prefix me-atau mempercontoh kalimat aktif; nenek mendengarkan siaran sepak bola.
Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik, menyatakan tindakan atau gerakan. Contoh kalimat aktif adalah mahasiswa itu pulang. Kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba secara semantik tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. Contoh kalimat statis adalah anaknya sakit keras. Nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba; bias nomina atau frase nominal dan lain-lain, contoh kalimat nonverbal adalah mereka bukan penduduk desa ini.

5.5.2.5       Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Perbedaan kalimat bebas dan kalimat terikat dilakukan dalam kaiatan bahwa kalaimat adalah satuan-satuan yang membentuk wacana atau paragraph. Kalimat bebas adalah kalaimat yang mempunyai potensi menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bentuk kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Contoh kalimat bebas adalah sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.contoh kalimat terikat adalah jangankan ikannnya telurpun susah diperoleh, kalupun bias diperoleh harganya melambung tinggi. Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.

5.5.3   Intonasi Kalimat
Tampaknya inotasi (yang berupa tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi; melainkanhanya berlaku pada tataran sintaksi. Ciri-cirinya yang brtupa tekanan, tempo dan nada. Tekanan adalah cirii-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujar. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arusujar. Dalam bahasa arab tempo ini diukur dengan satuan tempolamanya melafalkan huruf alif, contoh
-          Apa rumah sekarang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

-          Apa rum/ah sekar/ang mahal?
2-     33n /  2-    33n/ 2 3/t

Keterangan
N = Naik
T = Turun
Tanda (/) diatas huruf = Tekanan

5.5.4   Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.5.4.1       Modus
Modus adalah pengungkapan atau gambaran suasana psikologis. Perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap sipembicara tetang apa yang diucapkannya. Beberapa macam modus diantaranya :
a.       Modus indikatif atau modus dekleratif yaitu modus yang menunjukan sikap objektif atau netral.
b.      Modus optatif yaitu modus yang menunjukan harapan atau keinginan
c.       Modus imperative yaitu modus menyatakan perintah, larangan, tegahan. Contoh bahasa latin menggunakan bentuk morfemis seperti amare! ‘biarkanlah dirimu dicintai’ atau ama eum ‘cintailah dia’.
d.      Modus interogatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.
e.       Modus obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.
f.       Modus desiderative yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.
g.      Modus kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan

5.5.4.2       Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Berbagai macam aspek antara lain:
a.       Aspek kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.
b.      Aspek inseptif yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. Contoh dia pun berjalanlah.
c.       Aspek progresif aspek yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.
d.      Aspek repetitive yaitu yang menyatakan nperbuatan itu berulang-ulang
e.       Aspek perpektif yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai
f.       Aspek imperfektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar
g.      Aspek sesatif yaitu yang mentakan perbuatan berakhir

5.5.4.3       Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadi perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebut di dalam prediket. Beberapa bahasa menandai kala secara morfemis; artinya pernyataan kala ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya. Contoh bahasa jepang.


Kala kini
Kala Lampau
Makna
Arukimasu
Ikimasu
Arukimasita
ikimasita
Berjalan
Pergi
Kala lampau verba digunakan sufiks –ed dank ala kini digunakan (be) –ing contoh:
-          Nita worked there yesterday
-          Dika is working there

5.5.4.4       Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicara, contoh:
-          Barangkali dia tidak akan hadir
-          Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi
Umpamanya dengan kata – kata mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan sayangnya. Beberapa jenis modalitas di antaranya:
a.       Modalitas internasional yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan nenek ingin menunaikan ibadah haji.
b.      Modalitas epistemic yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan kepastian dan keharusan, contoh; kalau tidak hujan kakek pasti datang.
c.       Modalitas deontik yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan, contoh; anda boleh tinggal disini sampai besok.
d.      Modalitas dinamik yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan, contoh; dia bias melakukan hal itu kalau diberi kesempatan.

5.5.4.5       Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian, pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa tagalog di Filipina unsur atau bagian kalimat  yang menjadi fokus atau menempati fungsi subjek ditandai dengan artikulasi yang, contoh: bumili ang nanay ng saging sa tindahan para sa bata, artinya ibu membeli pisang ditoko untuk anak.
Fokus kalimat dapat dilakukan dengan cara:
a.       Memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan
b.      Mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan
c.       Cara memakaikan partikel pun, yang, tentang, adalah pada bagian kalimat yang difokuskan
d.      Mengontraskan dua bagian kalimat
e.       Menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

5.5.4.6       Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat atau perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Beberapa macam diathesis antara lain:
a.       Diathesis aktif taitu subjek yang melakukan suatu perbuatan atau subjek yang berbuat contoh; mereka merampas uang kami.
b.      Diatesis pasif yaitu subjek yang menjadi sasaran perbuatan
c.       Diatesis refleksi yaitu subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri. Contoh: nenek kami sedang berhias.
d.      Diatesis resiprokal yaitu subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalas. Contoh: kiranya mereka akan berdamai juga.
e.       Diatesis kausatif yaitu subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Contoh: kakek menghitamkan rambutnya.

1.6.       Wacana
Kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Karena secara filosofis, kalimatlah sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki pikiran yang lengkap. Setiap kalimat harus lengkap, karena itu didalmnya harus selalu ada subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Karena objeknya bahasa tulis ditambah dengan yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik.

5.6.1        Pengertian Wacana
Banyak defenisi yang berbeda-beda, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, hingga dalam hirarki grametikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, dalam wacana berate terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun satuan grametikal tertinggi atau terbesar berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramitikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramitikal dalam wacana sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kohesian dicapai dengan cara menyatu dengan menggunakan kata gantinya. Kohesian wacana dilakukan dengan pengulangan kata.

5.6.2        Alat Wacana
Wacana yang kohesif dan koheren dapat digunakan pelbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramitikal maupun berupa aspek semantic. Alat gramitikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a.       Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat, atau menghubungkan paragraf  dengan paragraf. Contoh Raja sakit dan permaisuri meninggal.
b.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis, contoh:
Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit Jakarta, itu tandanya hujan lebat akan turun.
c.       Menggunakan elipsi yaitu menghilangkan baian kalimat yang sama yang terdapat kalimat lain, contoh: teman saya yang duduk dipojok itu namanya Lili, dia berasal dari Yogyakarta, yang diujung sana Ahmad dari Jakarta, yang sebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari Medan.
Selain gramitikal, wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat bantuan perbagai aspek semantic, caranya antara dapat juga dibuat bantuan pelbagai aspek sematik. Caranya antara lain:
1.      Menggunakan hubungan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana, misalnya: kemarin hujan turun lebat sekali, hari ini cerahnya bukan main.
2.      Menggunakan hubungan generik-spesifik atau spesifik-generik misalnya, kuda itu jangan kau palu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.      Menggunakan hubungan perbandingan antara kedia isi bagian kalimat atau isi antara kedua buah kalimta, misalnya: lahap benar makannnya seperti orang satu minggu tidak ketemu nasi.
4.      Menggunakan hubungan sebab-akibat diantara isi kedua bagian kalimat misalnya: pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah didalam bus itu.
5.      Menggunakan hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana umpamanya, misalnya: semua anaknya disekolahkan, agar kelak tidak sepertinya.
6.      Menggunakan hubungan rujukan yang sama, pada dua bagian kalimat, misalnya becak tidak ada lagi di Jakarta, kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.

5.6.3        Jenis Wacana
Wacana lisan dan wacana tulisan berkenan dengan sasarannyayaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan, kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa. Wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topic atau hal; wacana eksposisi bersifat memamparkan topik atau fakta; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; wacana argumentasi bersifat memberi argument atau alasan terhadap suatu hal.

5.6.4        Subsatuan Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap. Satuan ‘ide’ atau ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami pendengar dan pembaca tanpa keraguan, tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari idea tau pesan yang tertuang dalam wacana seperti: jagalah kebersihan.

1.7.       Catatan Mengenai Hirarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Fonem membentuk morfem, morfem membentuk kata, kata akan membentuk frase, frase akan membentuk klausa, klausa akan membentuk kalimat, kalimat akan membentuk wacana. Urutan hirarki adalah urutan normal teoritis.
Urutan moral kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau ke bawah, dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalm jenjang, sekurang-kurangnya dua tingkat di atasnya. Seperti kata nenek atau frase ceria silat, contoh: nenek ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat Tanya: siapa yang belum mandi?).
Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstituen yang tingkatnya sama, misalnya kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa tahun pertama. Klausa penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatnya lebih rendah dari tingkat konstituen asalnya. Umpamanya frase tidak adil yang menjadi konstituen dalam kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks mengikutsertakan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar